Penyitaan Buku di Tengah Gelombang Demo: Tiga Polda Ungkap Hasil Penyelidikan

10 Min Read

ap – Jajaran kepolisian daerah di berbagai wilayah Indonesia tengah disibukkan dengan penanganan kasus perusakan dan kerusuhan. Kejadian ini berlangsung di tengah gelombang demonstrasi yang mengguncang pada akhir Agustus hingga awal September lalu.

Dalam serangkaian proses penyelidikan itu, pihak kepolisian tak hanya mengamankan para tersangka. Mereka juga melakukan penyitaan berbagai barang bukti. Salah satu jenis barang bukti yang menarik perhatian adalah buku.

Berikut adalah rangkuman penyitaan buku yang dilakukan oleh beberapa polda di Indonesia, lengkap dengan alasan di baliknya.

Polda Metro Jaya turut menjadi salah satu daerah yang melakukan penyitaan buku. Kepolisian di ibu kota ini telah menetapkan setidaknya 43 tersangka. Mereka diduga terlibat dalam kerusuhan saat demo di Jakarta pada Agustus 2025.

Kabid Humas Polda Metro Jaya menjelaskan hal ini dalam konferensi pers pada Kamis (4/9). Penyidik membagi para tersangka ke dalam dua klaster utama.

Klaster pertama terdiri dari mereka yang diduga bertindak sebagai provokator atau penghasut. Sementara klaster kedua adalah mereka yang melakukan tindakan perusakan atau vandalisme.

“Yang melakukan penghasutan ada enam tersangka,” ujar Ade Ary saat itu.

Salah satu tersangka yang diduga menjadi penghasut adalah Delpedro. Kasus ini kemudian membawa penyidik ke kantor Lokataru.

Pada 4 September lalu, petugas Polda Metro Jaya melakukan penggeledahan di kantor Lokataru. Penggeledahan ini terkait langsung dengan kasus Delpedro.

Dari lokasi tersebut, petugas mengamankan sejumlah barang. Di antaranya adalah buku-buku dan banner diskusi hasil penelitian Lokataru Foundation.

Ade Ary menegaskan bahwa penggeledahan ini murni untuk kepentingan penyidikan. “Benar bahwa penyidik Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada hari ini, kami tadi sore melakukan penggeledahan ke kantor Lokataru di Jaktim. Penggeledahan dilakukan untuk kepentingan penyidikan,” kata dia.

Di wilayah Jawa Timur, Polda Jatim dan jajarannya juga aktif dalam penanganan kasus serupa. Mereka menyita total 11 buku dari massa aksi demonstrasi. Demo tersebut berujung ricuh di Surabaya dan Sidoarjo, sepanjang 29-31 Agustus 2025.

Buku-buku ini diduga memiliki kaitan dengan peristiwa kerusuhan. Kejadian itu terjadi saat gelombang demo di Indonesia pada Agustus lalu, termasuk di beberapa wilayah Jatim.

Dirreskrimum Polda Jatim Kombes Widi Atmoko menjelaskan awal mula kasus ini. Perusakan dan penyerangan terjadi pada Pos Polisi Waru, Sidoarjo, pada Sabtu (30/8) dini hari.

Dari insiden itu, polisi kemudian menangkap 18 orang. Mereka diduga kuat terlibat dalam penyerangan tersebut. Kelompok ini terdiri dari delapan orang dewasa dan 10 anak di bawah umur atau anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).

Salah satu tersangka yang dewasa adalah GLM (24) asal Surabaya. Polisi mendalami penyelidikan terhadap GLM.

Saat penggeledahan rumahnya, polisi mengaku menemukan sejumlah buku. Buku-buku tersebut terkait dengan paham anarkisme. Mereka pun segera menyitanya sebagai barang bukti.

“Kemudian dari penangkapan ini dikembangkan ternyata tersangka ini, GLM (24) ini pada saat kami melakukan penggeledahan ditemukan buku-buku bacaan ya, buku-buku yang bacaannya berpaham anarkisme,” jelas Widi.

Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers di Mapolda Jatim, Surabaya, Kamis (18/9).

CNNIndonesia.com sempat memantau sejumlah buku yang disita polisi. Beberapa di antaranya ditampilkan dalam konferensi pers tersebut.

Judul-judul yang terlihat antara lain adalah ‘Anarkisme’ kumpulan esai dari Emma Goldman. Ada juga ‘Apa Itu Anarkisme Komunis’ tulisan Alexander Berkman.

Buku lain yang disita termasuk ‘Karl Marx’ karya Franz Magnis-Suseno. Kemudian ‘Kisah Para Diktator’ karya Jules Archer, dan ‘Strategi Perang Gerilya Che Guevara’.

Ketika ditanya mengapa buku-buku tersebut disita dan dijadikan barang bukti, Kombes Widi memberikan alasannya. Polisi menilai bahwa bacaan-bacaan semacam itu dapat memengaruhi cara pandang dan tindakan seseorang.

“Untuk mendalami bahwa ya apakah buku bacaan ini berpengaruh terhadap ya cara pandang seseorang sehingga melakukan tindakan-tindakan anarki,” klaimnya.

Widi berpendapat, pendalaman terhadap buku bacaan para tersangka ini sangat penting. Tujuannya adalah untuk mencari motif, pola, dan hubungan dengan peristiwa kerusuhan yang terjadi.

“Pendalaman-pendalaman ini penting ya, karena kita ingin menghubungkan ya motif, pola, hubungan ya peristiwa rusuh yang terjadi kemarin. Sehingga ini kita lakukan penyitaan [buku],” ucapnya.

Ia melanjutkan, “Jadi semua yang ada hubungannya dengan tindak pidana atau perbuatan pidana kita lakukan langkah-langkah kejahatan, ya.”

Dia juga menjelaskan tentang jenis-jenis barang bukti dalam mengungkap dugaan tindak kejahatan. Ada bukti langsung dan ada bukti petunjuk.

Bukti petunjuk ini yang akan mengungkap fakta-fakta lainnya. Misalnya seperti pola, jaringan, dan latar belakang pelaku.

“Ada yang barang bukti langsung digunakan untuk melakukan perbuatan pidana, ada juga barang bukti yang nantinya juga akan bisa untuk mengungkap yang diungkapkan tadi pola jaringan dan latar belakang dari pelaku mengapa melakukan tindakan tersebut,” ujarnya.

Tidak hanya di Jawa Timur, Polda Jawa Barat juga turut mengamankan banyak buku. Tim Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jabar menangkap 26 orang.

Mereka diketahui melakukan aksi anarkis saat demo pada 29 Agustus 2025 hingga 1 September 2025. Para tersangka ini masuk dalam klaster 1 yang ditetapkan oleh polisi.

Para tersangka klaster 1 ini diduga bersama-sama merencanakan aksi. Mereka melakukan kegiatan anarkis berupa membakar, merusak, dan meledakkan fasilitas umum serta kantor pemerintah.

Mereka menggunakan rakitan bom molotov, bom pipa, bom propane, petasan, batu, dan alat lainnya. Akibatnya, banyak kerusakan yang ditimbulkan.

“Ini semua sudah direncanakan untuk mereka merusak, membakar fasilitas umum menggunakan rakitan bim molotov, bom pipa, bom propel, petasan serta lain-lainnya,” ungkap Kapolda Jabar Irjen Pol Rudi Setiawan.

Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers di Mapolda Jabar, Bandung, Selasa (16/9).

Dari beberapa barang bukti yang ditemukan polisi, total ada 14 jenis. Di antaranya termasuk juga buku yang diamankan dari para tersangka.

Berikut adalah rincian buku-buku yang ditemukan sebagai barang bukti oleh Polda Jabar:

1. “Crowd Control dan Riot Manual Panduan Singkat untuk Pertempuran” (20 sampul buku)
2. “Deleuze Nihilisme Aktif dan Pemberontakan” (11 sampul buku)
3. “Situkang Onar”
4. “Keruntuhan Mesin Penggerak Dunia”
5. “Jaringan Kekuasaan”
6. “Why I Am Anarchist” (5 buku)
7. “Kegembiraan yang Dipersenjatai”
8. “Estetika Anarkis”
9. “Kritikus Stirner”
10. “Diatas Kubah Kenzo Novatore”
11. “Locked Up”
12. “Struktur Management dan Organisasi dalam Beberapa Negara Sosialis”
13. “Kerusuhan ke Insureksi”
14. “Reka Alam Praktisi Seni Visual dan Isu Lingkungan di Indonesia”
15. “Individu Melawan Mesin”
16. “Mass – Swipe for Social War Guerrillas and Hellish Poets Conspiracy Vol. 01”
17. “Security Culture dan Safe House”
18. “Armeed Queers”
19. “Perlawan di Kamp Konsentrasi dan Anarkis Tertentu – Nihilisme”
20. “Petualangan Surrealis dan Puisi Aksi Langsung”
21. “Ajakkan Disersi”
22. “On Egoism and Ecology”
23. “Komunisme and Aidit”
24. “Sastra dan Anarkisme”
25. “Hellish Poets Conspiracy Vol. 00”
26. “Kebakaran Hutan Akan Dimulai”
27. “Menuju Estetika Anarkis”
28. “Jalan Man Ray Menuju Dadaisme”

Para tersangka klaster 1 ini dijerat dengan sejumlah pasal. Pasal yang diterapkan adalah Pasal 187 dan/atau Pasal 170 dan/atau Pasal 406 dan/atau Pasal 1 Ayat (1) UU Darurat RI No. 12 Tahun 1951.

Ancaman hukuman pidana penjara maksimal yang menanti mereka mencapai 20 tahun.

Menanggapi serangkaian penyitaan buku ini, Mabes Polri pun angkat bicara. Mereka memberikan penjelasan terkait langkah yang diambil oleh polda di berbagai daerah tersebut.

Penyitaan buku-buku ini dituding terkait dengan kerusuhan saat demo pada Agustus lalu.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan alasan di balik penyitaan itu. Ia mengatakan, penyitaan buku dilakukan karena terkait erat dengan perbuatan para tersangka.

“Perbuatan seseorang itu adalah suatu perbuatan yang dikonstruksikan melanggar suatu tindak pidana di dalam hukum positif negara dengan alat bukti yang ada,” kata Trunoyudo.

Pernyataan ini disampaikannya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, pada Jumat (19/9).

Bukan hanya itu, Trunoyudo juga menegaskan bahwa proses penyidikan dilakukan petugas berdasarkan kondisi faktual. Kondisi faktual ini, menurutnya, didukung oleh bukti-bukti yang kuat.

“Tidak hanya itu, itu tentu bisa dilakukan pemidanaan sesuai dengan proses penyidikan faktual yang didapati berdasarkan alat bukti oleh penyidik,” ujarnya.

Singkatnya, penyitaan buku oleh kepolisian di berbagai daerah ini merupakan bagian dari upaya mereka untuk mengusut tuntas kasus kerusuhan. Buku-buku tersebut dianggap sebagai petunjuk penting yang dapat mengungkap motif dan pola tindakan para tersangka. Hal ini menunjukkan fokus kepolisian dalam menelusuri setiap petunjuk, termasuk literatur yang dikonsumsi para pelaku.

Share This Article