ap – Jumat malam menjadi saksi bisu. Di depan Gedung DPRD Jawa Barat, ketegangan memuncak. Api melalap habis satu unit mobil. Pemandangan itu menambah kengerian suasana. Asap pekat membumbung tinggi. Malam itu terasa mencekam.
Insiden terbakarnya kendaraan roda empat itu berlangsung hingga Jumat malam (29/8). Kobaran api membumbung tinggi. Sempat memicu kepanikan luas. Peristiwa ini terjadi setelah sebelumnya sebuah rumah juga terbakar di lokasi serupa.
Sekitar pukul 21.00 WIB, pantauan di lokasi menunjukkan. Api begitu membara. Melahap habis mobil yang terparkir. Selain mobil, sejumlah benda lain juga menjadi sasaran amuk massa. Ban bekas dan beberapa fasilitas di sekitar gerbang DPRD Jabar ikut dibakar.
Suasana mencekam masih menyelimuti area. Bahkan hingga sore hari. Aparat keamanan masih berjaga di dalam Gedung DPRD. Mereka tampak bersiaga penuh. Ketegangan nyata terasa di udara.
Hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan resmi. Baik dari pihak kepolisian maupun pemerintah daerah. Terkait insiden mobil terbakar. Termasuk juga identitas pemilik kendaraan nahas tersebut. Informasi masih simpang siur di lapangan.
Peristiwa di Bandung hanyalah satu titik. Dari gelombang unjuk rasa masif yang melanda sejumlah daerah di Indonesia. Kemarahan publik meluap. Terhadap berbagai kebijakan dan insiden yang menyelimuti negeri.
Di Ibu Kota, Jakarta, aksi serupa juga tak kalah panas. Unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jumat (29/8) siang, menjadi puncak rangkaian protes. Aksi tersebut telah berlangsung selama beberapa hari terakhir. Tuntutan disuarakan dengan lantang.
Aksi demo pada 25 Agustus sebelumnya telah menyuarakan penolakan. Terhadap tunjangan fantastis anggota DPR. Rakyat merasa kecewa. Dengan gaya hidup wakil rakyat yang dianggap tidak peka. Di tengah kesulitan ekonomi.
Kemudian, pada demo 28 Agustus, enam tuntutan pokok disuarakan. Ini meliputi penghapusan sistem pekerja alih daya. Atau outsourcing. Sebuah isu krusial bagi buruh. Tuntutan ini menjadi inti perjuangan.
Kenaikan upah minimum 2026 hingga 10,5 persen juga digaungkan. Hal ini sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan pekerja. Menghentikan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Menjadi desakan lain yang tak bisa ditawar.
Reformasi pajak juga menjadi sorotan tajam. Masyarakat menuntut keadilan. Dalam sistem perpajakan. Serta pengesahan RUU Ketenagakerjaan. Sesuai putusan Mahkamah Konstitusi. Ini dianggap kunci masa depan pekerja.
Namun, demo 28 Agustus menyimpan luka mendalam. Peristiwa tragis menyulut amarah publik. Upaya polisi memecah massa. Berujung fatal. Seorang pengemudi ojek online (ojol) bernama Affan Kurniawan tewas.
Affan Kurniawan tewas mengenaskan. Imbas dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob. Insiden ini sontak memicu kemarahan. Baik dari komunitas driver ojol. Maupun banyak lapisan masyarakat lainnya. Kejadian yang memilukan hati.
Situasi tersebut membuat gelombang protes semakin tak terbendung. Para driver ojol dan masyarakat umum. Kembali turun ke jalan. Menyuarakan kekecewaan mendalam. Terhadap pemerintah dan aparat kepolisian. Mereka menuntut keadilan.
Di Jakarta, aksi-aksi terpusat di dua lokasi. Yakni Markas Komando (Mako) Brimob. Serta kembali di depan Gedung DPR. Kedua lokasi itu menjadi simbol perjuangan. Dan tempat penyampaian aspirasi yang tak lagi bisa dibendung.
Unjuk rasa juga tidak hanya terjadi di Jawa Barat dan Jakarta. Gelombang protes meluas. Hingga ke kota-kota lain. Di antaranya, Surabaya dan Solo. Menunjukkan betapa meratanya ketidakpuasan publik.
Di Surabaya, ribuan massa dilaporkan berkumpul. Di depan Gedung Grahadi. Pemandangan itu menunjukkan kekuatan kolektif. Dari rakyat yang ingin suaranya didengar. Sebuah penolakan keras terhadap status quo.
Sementara itu, di Solo, situasi tak kalah genting. Massa melempari Markas Brimob Batalyon C, Surakarta. Dengan berbagai macam benda. Amarah meluap dalam aksi fisik. Tanda frustrasi yang telah mencapai puncaknya.
Pantauan di lokasi oleh CNNIndonesia.com mencatat. Massa melemparkan batu. Botol air. Hingga pecahan kaca. Ke arah polisi. Tindakan ini mencerminkan kekesalan yang mendalam. Serta hilangnya kepercayaan.
Sebagian massa di depan Markas Brimob Surakarta. Dengan berani membakar kardus. Serta water barrier. Di Jalan Adi Sucipto. Kobaran api kecil menyala. Menjadi simbol perlawanan. Mereka berteriak lantang.
Yel-yel mengutuk anggota yang melindas Affan. Terdengar menggema di udara Solo. Suara-suara itu penuh emosi. Mengandung kesedihan. Serta kemarahan yang membara. Menuntut pertanggungjawaban atas kematian Affan.
Peristiwa tragis Affan Kurniawan menjadi bara api. Yang menyulut protes di mana-mana. Ia menjadi simbol penderitaan. Bagi mereka yang merasa tertindas. Serta mencari keadilan yang dirasa hilang.
Dari Bandung yang mencekam. Hingga Solo yang bergolak. Setiap unjuk rasa membawa pesan. Yang sama kuatnya. Yaitu tuntutan akan keadilan. Dan perubahan yang nyata. Sebuah harapan akan masa depan yang lebih baik.
Kemarahan publik ini adalah cerminan. Dari akumulasi kekecewaan. Terhadap janji-janji yang tak terpenuhi. Serta kebijakan yang tak pro-rakyat. Suara mereka kini menjadi nyala api yang tak padam.
Pemerintah dan aparat keamanan kini dihadapkan. Pada tantangan besar. Untuk merespons aspirasi ini. Dengan bijak dan adil. Menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan luka baru. Demi stabilitas bangsa.
Gelombang unjuk rasa ini adalah pengingat. Bahwa kekuatan rakyat tidak boleh diremehkan. Suara-suara mereka harus didengar. Dan ditindaklanjuti. Demi masa depan demokrasi. Dan keadilan sosial yang sesungguhnya.
Malam di Bandung mungkin berakhir. Namun, api perjuangan rakyat. Di berbagai daerah. Terus menyala terang. Menuntut keadilan. Serta berharap akan masa depan yang lebih baik. Bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Ini adalah babak baru perjuangan rakyat.
