ap – Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengambil panggung. Ia memberikan respons penting atas dua isu hukum menonjol yang sedang menjadi perhatian publik. Pertama, tentang langkah TNI yang berencana membidik pidana CEO Malaka Project, Ferry Irwandi. Kedua, desakan untuk membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) terkait kerusuhan demonstrasi September lalu.
Yusril, yang ditemui di Makassar pada Rabu (10/9), menunjukkan sikap hati-hati. Ia memilih untuk tidak terburu-buru dalam mengomentari potensi langkah hukum yang akan diambil TNI. Kasus ini, menurutnya, memiliki dinamika tersendiri yang memerlukan pengamatan lebih lanjut.
“Itu kasus lain ya. Itu nanti saja lah kita jawab ya, saya enggak menjawab kasus itu,” kata Yusril dengan nada diplomatis. Ia mengakui adanya masalah internal di tubuh TNI terkait isu ini, yang kini telah meminta pandangan dari pihak Kepolisian Republik Indonesia.
“Dan itu memang ada masalah di TNI dan mereka sudah meminta pandangan kepada Polri, ya kita lihat saja perkembangannya,” imbuh Yusril. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa pemerintah masih menunggu perkembangan lebih lanjut sebelum secara resmi terlibat.
Di balik respons Yusril, ada cerita mengenai persiapan TNI. Rencana pelaporan pidana terhadap Ferry Irwandi ini berawal dari kunjungan sejumlah petinggi militer. Mereka menyambangi Polda Metro Jaya pada Senin (8/9) silam untuk melakukan konsultasi hukum.
Rombongan petinggi TNI tersebut tidak main-main. Terdiri dari Dansatsiber TNI Brigjen Juinta Omboh Sembiring, Danpuspom TNI Mayjen Yusri Nuryanto, dan Kapuspen TNI Brigjen Freddy Ardianzah. Kehadiran mereka menunjukkan keseriusan institusi militer dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran.
Brigjen Juinta Omboh Sembiring menjelaskan tujuan dari konsultasi tersebut. Ia menyebutkan bahwa hasil patroli siber yang dilakukan TNI telah menemukan fakta-fakta kuat. Fakta-fakta ini mengarah pada dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Ferry Irwandi.
“Konsultasi kami ini terkait dengan kami menemukan hasil dari patroli siber terdapat, kami temukan beberapa fakta-fakta dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh saudara Ferry Irwandi,” jelas Sembiring. Ini menjadi landasan awal bagi TNI untuk mempertimbangkan langkah hukum.
Menko Yusril menegaskan bahwa pihaknya baru akan bertindak resmi. Sikap pemerintah akan ditentukan setelah ada laporan formal yang diteruskan ke kementeriannya. Laporan itu juga akan sampai ke lembaga terkait lainnya yang mengurusi masalah hukum di tingkat nasional.
“Nanti ujung-ujungnya juga kan akan disampaikan kepada kami, juga kepada Kementerian Hukum dan Kementerian Koordinator yang menangani masalah hukum,” ujarnya. Ini menunjukkan adanya prosedur dan mekanisme yang harus dilalui sebelum pemerintah memberikan respons penuh.
Yusril berjanji akan segera menganalisis situasi jika laporan resmi itu benar-benar masuk. Ia dan timnya akan memberikan saran langkah-langkah yang diperlukan untuk penyelesaian perkara. Khususnya jika TNI secara resmi mempolisikan Ferry Irwandi.
“Saya kira nanti akan disampaikan, kalau memang nanti sudah disampaikan kita akan analisis dan memberikan satu saran bagaimana menyelesaikan hal itu,” terang Yusril. Pendekatan ini menekankan pada penanganan kasus berdasarkan fakta dan aturan hukum yang berlaku.
Namun, alur cerita ini menemui titik balik yang signifikan. Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen Freddy Ardianzah, membawa kabar penting. Ia menyinggung adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 105/2024. Putusan itu menyatakan bahwa pencemaran nama baik tidak bisa dilaporkan oleh institusi.
Implikasi dari putusan MK ini sangat krusial. Ini dapat mengubah arah potensi langkah hukum yang akan diambil TNI. Putusan tersebut memberikan batasan hukum mengenai siapa yang berhak melaporkan kasus pencemaran nama baik, yaitu perorangan, bukan lembaga.
“Dengan adanya keputusan MK 105/2024 tersebut, TNI juga akan menimbang secara cermat langkah-langkah hukum yang sesuai dengan aturan yang berlaku,” kata Freddy saat dihubungi pada Rabu (10/9). Pernyataan ini menunjukkan bahwa TNI tidak akan gegabah.
TNI kini akan menganalisis secara mendalam implikasi putusan MK tersebut. Mereka akan memastikan setiap langkah yang diambil sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Ini adalah bentuk kehati-hatian institusi militer dalam menjaga supremasi hukum.
Freddy juga menambahkan bahwa kunjungan mereka ke Polda Metro Jaya pada Senin lalu masih sebatas konsultasi hukum. Belum ada keputusan final untuk melakukan pelaporan resmi. Konsultasi ini berfokus pada pernyataan maupun tindakan yang dilakukan oleh Ferry Irwandi.
Ini artinya, proses masih berada pada tahap penjajakan. TNI sedang mengumpulkan informasi dan pandangan hukum untuk menentukan langkah terbaik. Publik pun menanti bagaimana kelanjutan dari isu dugaan tindak pidana yang menyeret nama Ferry Irwandi ini.
Bergeser ke isu lain, di tempat yang sama Yusril Ihza Mahendra juga memberikan tanggapan. Ia merespons desakan sejumlah pihak. Desakan itu meminta Presiden Prabowo Subianto untuk segera membentuk Tim Pencari Fakta (TPF). TPF ini diminta untuk mengusut demonstrasi yang berujung kerusuhan pada September lalu.
Yusril dengan tegas menyatakan bahwa pemerintah saat ini telah mengambil langkah hukum yang konkret dan nyata. Oleh karena itu, pembentukan TPF dinilai tidak lagi mendesak atau diperlukan. Pemerintah berkeyakinan bahwa penanganan hukum sudah berjalan efektif.
“Ya, kita dengarkan dan kita simak baik-baik apa yang menjadi usulan dan saran dari rakyat kita tentang hal ini,” kata Yusril. Namun, ia menekankan perbedaan konteks. TPF biasanya dibentuk apabila tidak ada langkah nyata dari pemerintah.
“Biasanya tim pencari fakta itu dibentuk kalau memang tidak ada langkah nyata dan konkret yang dilakukan oleh pemerintah,” jelasnya. Dalam kasus kerusuhan September, pemerintah telah bergerak cepat dan mengambil tindakan yang terukur.
Menurut Yusril, prioritas utama adalah menempuh jalur hukum. “Langkah hukum lah yang harus ditempuh, dan sejak itu semua bergerak,” tambahnya. Ini menunjukkan keyakinan pemerintah pada sistem peradilan yang ada untuk menangani kasus ini.
Sebagai bukti keseriusan, Yusril menuturkan telah melakukan pengecekan langsung ke Polda Metro Jaya. Pengecekan ini bertujuan untuk memastikan bahwa penanganan hukum berjalan sebagaimana mestinya dan sesuai prosedur.
Hasilnya pun jelas dan konkret. Hingga saat ini, sebanyak 68 orang telah diamankan dan ditahan. Mereka diduga terlibat dalam insiden kerusuhan demonstrasi yang terjadi pada September lalu. Angka ini menunjukkan progres signifikan dalam penegakan hukum.
“Faktanya sudah ada, bukti-bukti sudah ada, pelakunya sudah ditangkap,” ujar Yusril. Dengan ketersediaan fakta, bukti, dan pelaku yang sudah diidentifikasi, pembentukan TPF dinilai tidak lagi relevan.
Langkah yang telah dilakukan pemerintah dinilai lebih konkret dan langsung. Ini berbeda dengan membentuk sebuah tim investigasi. Tim tersebut akan memulai proses pencarian fakta dari awal lagi.
“Jadi langkahnya itu lebih konkret dilakukan daripada membentuk tim yang masih mencari-cari,” pungkasnya. Penjelasan Yusril ini menegaskan bahwa pemerintah tidak berdiam diri. Mereka telah mengambil tindakan hukum yang tegas dan terstruktur.
Respons Menko Yusril atas dua isu krusial ini mencerminkan sikap pemerintah yang mengedepankan proses hukum. Baik dalam menanggapi potensi langkah TNI terhadap Ferry Irwandi maupun desakan TPF. Pemerintah berupaya memastikan semua persoalan diselesaikan melalui jalur yang sah dan sesuai konstitusi.
