ap – Ratusan diaspora Indonesia dari berbagai latar belakang, mulai dari organisasi masyarakat hingga lintas generasi, telah menunjukkan kekuatan persatuan mereka. Mereka berkumpul dalam acara tahunan bertajuk “Memory of Indonesia”. Acara ini tidak hanya menjadi ajang silaturahmi. Lebih dari itu, mereka berhasil mengumpulkan dana puluhan juta rupiah. Seluruh donasi disalurkan untuk mendukung Alzheimer’s Indonesia.
Gelaran akbar “Memory of Indonesia” berlangsung meriah pada Sabtu, 6 September. Lokasinya berada di San Francisco, California, Amerika Serikat. Acara ini merupakan hasil kolaborasi apik antara ALZI SF (Alzheimer’s Indonesia San Francisco) dan PSI (Persatuan Sahabat Indonesia). Ini menjadi upaya kolektif yang kuat.
Penyelenggaraan “Memory of Indonesia” adalah bagian dari peringatan Bulan Alzheimer Sedunia 2025. Kampanye global ini diperingati setiap tahun. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat luas. Fokus utamanya adalah mengenai demensia Alzheimer, sebuah kondisi yang seringkali disalahpahami.
Lebih dari sekadar edukasi kesehatan, acara ini dirancang dengan sangat dinamis. Suasana semakin ramai dengan lantunan musik angklung yang memukau. Berbagai tarian daerah yang indah juga turut memeriahkan panggung. Ada pula fashion show dengan tema ungu.
Kegiatan tidak berhenti sampai di situ. Para peserta diajak bergerak bersama dalam sesi line dance yang ceria. Sebuah bazar kuliner Nusantara yang menggoda selera juga disiapkan. Semua elemen ini berpadu sempurna. Mereka menghadirkan kehangatan khas Indonesia.
Kehangatan ini terasa begitu penting di tanah rantau. Acara ini bukan hanya merawat jiwa. Ia juga secara aktif memelihara budaya Indonesia. Ini menjadi jembatan yang menghubungkan diaspora. Mereka tetap merasa dekat dengan akar budaya mereka.
Konjen RI San Francisco, Bapak Yohpy Ichsan Wardana, turut hadir dan memberikan sambutan. Sebelum membuka acara secara resmi, beliau menyampaikan pesan penting. Pesan ini menggarisbawahi luasnya lingkup diplomasi perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI).
Menurut Bapak Yohpy, diplomasi perlindungan tidak hanya soal hukum atau administrasi. Ia juga mencakup kesejahteraan fisik, mental, dan sosial WNI di luar negeri. Ini menunjukkan pendekatan holistik. Pemerintah Indonesia peduli akan warga negaranya.
“Acara ini adalah bagian dari usaha kita,” ujar Bapak Yohpy dengan lugas. “Untuk menggunakan segala kesempatan untuk melatih otak kita. Ini agar berfungsi dengan baik.” Pernyataan ini menegaskan pentingnya stimulasi kognitif. Itu menjadi kunci dalam menjaga kesehatan otak.
Sesi edukasi kesehatan menjadi inti penting dari acara ini. Hadir sebagai narasumber utama adalah dr. Pia Marthakusuma BSN, RN. Beliau merupakan seorang profesional kesehatan yang sangat berpengalaman. Kehadirannya sangat dinantikan oleh para peserta.
Dr. Pia membahas sepuluh tanda awal demensia Alzheimer. Penjelasan beliau sangat lugas dan mudah dipahami. Informasi ini krusial. Pemahaman tentang tanda-tanda awal memungkinkan deteksi dini dan intervensi yang lebih cepat.
Setelah sesi medis, acara dilanjutkan dengan segmen yang menyentuh hati. Dua diaspora Indonesia berbagi pengalaman pribadi mereka. Mereka adalah Debora Nainggolan dan Vonny Oei. Keduanya membawa kisah perjuangan yang inspiratif.
Mereka berdua adalah caregiver jarak jauh. Peran ini menuntut kekuatan mental dan emosional yang luar biasa. Kisah mereka memberikan gambaran nyata. Betapa sulitnya merawat Orang Dengan Demensia (ODD) dari kejauhan.
Dalam perjuangan mereka, bimbingan dari Alzheimer Indonesia sangat membantu. Organisasi ini menyediakan dukungan dan informasi. Mereka membantu para caregiver memahami dan menghadapi tantangan demensia. Dukungan ini sangat berharga.
Debora Nainggolan membagikan kisah almarhumah ibundanya. Beliau mengenang kembali tanda-tanda awal demensia. “Jika saya ingat-ingat kembali, tanda-tanda Alzheimer sudah terlihat pada Mama (almarhumah) sejak 2011,” kenangnya.
Pada saat itu, Debora sedang pulang ke Indonesia. Ia memperhatikan satu hal yang mencolok. “Beliau selalu bertanya pada saya dimana lokasi beliau berada,” jelas Debora. Ini adalah gejala disorientasi. Salah satu tanda awal yang sering muncul.
Selain disorientasi, Debora juga memperhatikan gejala lain yang muncul seiring waktu. Ibundanya mulai sulit fokus. Beliau juga kesulitan melakukan kegiatan yang sudah familiar baginya. Meletakkan barang tidak pada tempatnya juga menjadi kebiasaan baru.
Perubahan perilaku dan kepribadian juga mulai terlihat. Gejala-gejala ini secara bertahap semakin jelas. Mereka memberikan gambaran yang menyakitkan. Sebuah realitas yang harus dihadapi oleh banyak keluarga.
Vonny Oei merasakan pengalaman yang serupa dengan Debora. “Mami saya juga ada gangguan berkomunikasi,” tutur Vonny. “Beliau merasa banyak orang yang marah pada dirinya. Padahal kenyataan yang terjadi tidak demikian.”
Untuk Vonny, perubahan pada ibunya terasa lebih tiba-tiba. Ini berbeda dengan pengalaman Debora. Ingatan Mami masih tajam pada awalnya. Namun, beliau sudah mulai mengulang-ulang cerita secara berulang.
“Tahun lalu baru kita sadar kalau Mami agak lain,” cerita Vonny dengan penuh haru. “Januari 2025, Mami terdiagnosa demensia Alzheimer.” Momen diagnosis ini menjadi titik balik. Ini membawa kepastian, namun juga kesedihan mendalam.
Acara “Memory of Indonesia” juga menghadirkan narasumber inspiratif lainnya. Beliau adalah Bapak Surjanto Suradji. Bapak Surjanto mewakili organisasi Gowes INDO SF. Kehadirannya memberikan perspektif yang berbeda.
Bapak Surjanto adalah sosok yang luar biasa. Ia telah dua kali menjadi penyintas kanker. Kisahnya adalah bukti nyata dari kekuatan semangat. Ia berbagi inspirasi tentang bagaimana menumbuhkan semangat.
Semangat untuk selalu sehat jasmani dan rohani harus tetap tinggi. Ini adalah usaha kolektif yang penting. Tujuannya adalah untuk mengurangi risiko demensia Alzheimer. Risiko ini meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Debora, selain sebagai caregiver, juga berprofesi sebagai guru piano. Ia memberikan saran yang menarik. Ia menyarankan penggunaan musik sebagai terapi kognitif. Musik memiliki kekuatan yang luar biasa.
Musik dapat digunakan untuk melepas stres. Ini juga dapat membantu menurunkan risiko demensia Alzheimer. “Musik menghubungkan kita dengan momen-momen sepanjang hidup kita,” jelas Debora. Hubungan ini sangat kuat dan personal.
“Sungguh menakjubkan betapa eratnya hubungan antara musik dan memori,” lanjut Debora. “Sebuah melodi dapat mengangkat sebuah momen dari pikiran kita. Ia membawa kita kembali ke masa kebahagiaan, kesedihan, atau cinta.”
Perasaan itu seolah terjadi untuk pertama kalinya. Ini menunjukkan bagaimana musik bisa menjadi jembatan. Jembatan untuk mengenang kenangan indah. Atau setidaknya, menjaga koneksi emosional.
Suasana semakin seru pada sesi interaktif di akhir acara. Ini menjadi puncak kemeriahan. Para peserta “Memory of Indonesia” sangat antusias. Mereka berkesempatan untuk berpartisipasi aktif.
Mereka mendapat kesempatan bermain angklung. Sesi ini dipimpin oleh grup Angklung Cendrawasih yang mahir. Penonton juga menikmati pertunjukan tari Bali yang anggun. Tari Yapong yang energik juga ditampilkan oleh Lestari Indonesia.
Para peserta diajak bernostalgia. Mereka mendengarkan lagu-lagu Indonesia lawas yang penuh kenangan. Lagu-lagu seperti Terajana, Bujangan, Kapan-Kapan, Kolam Susu, Sinanggar Tulo, Suwe Ora Jamu, Waktu Hujan Sore-sore.
Ada juga Ayo Mama, Injit-injit Semut, Payung Fantasi, dan Rasa Sayange. Deretan lagu ini membangkitkan memori indah. Mereka membawa kembali ke masa lalu yang penuh kehangatan.
Kemeriahan berlanjut dengan kontes fashion show. Peserta menunjukkan kreativitas mereka. Selanjutnya, semua bersama-sama melakukan senam Poco Poco yang energik. Senam Maumere dan Line Dance juga turut memeriahkan.
Semua aktivitas ini menciptakan suasana yang penuh keakraban. Ini memperkuat ikatan antar diaspora. Acara ini sukses besar. Ini tidak hanya mengumpulkan dana. Ia juga berhasil menyebarkan pesan penting.
Pesan tentang kesadaran Alzheimer. Diaspora Indonesia di San Francisco telah membuktikan. Bahwa persatuan dapat menciptakan dampak yang signifikan. Mereka merajut memori indah. Sambil berjuang melawan ancaman Alzheimer. (Z-1)
