Anggota DPR Satori Kembali Diperiksa KPK: Kasus Dana CSR BI dan OJK Belum Ada Penahanan

8 Min Read

ap – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi NasDem, Satori, kembali menjalani pemeriksaan intensif di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin, 15 September 2025. Pemeriksaan ini terkait statusnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kehadiran Satori di Gedung Merah Putih KPK terkonfirmasi sejak pukul 09.28 WIB. Ia langsung memasuki area pemeriksaan tanpa memberikan banyak pernyataan kepada awak media yang telah menunggu. Proses pemeriksaan pun segera dimulai.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan agenda pemeriksaan tersebut. “Benar, hari ini penyidik melakukan pemeriksaan terhadap saudara ST (Satori) dalam perkara dugaan gratifikasi dan TPPU terkait program sosial di Bank Indonesia dan OJK,” ujar Budi kepada wartawan.

Kasus yang menjerat Satori ini berpusat pada dugaan penyalahgunaan dana program sosial. Dana tersebut seharusnya dialokasikan untuk kepentingan masyarakat, namun diduga diselewengkan untuk memperkaya diri.

Fokus utama KPK adalah mengusut tuntas aliran dana. Termasuk bagaimana dana CSR dari BI dan OJK tersebut bisa sampai kepada Satori dan pihak-pihak terkait lainnya. Ini merupakan bagian dari penyelidikan mendalam.

Meski telah diperiksa sebagai tersangka, Budi Prasetyo belum dapat memastikan status penahanan Satori. “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” tambahnya, tanpa merinci lebih lanjut soal kemungkinan penahanan hari ini.

Kondisi ini menyisakan pertanyaan besar di benak publik. Mengingat dalam banyak kasus korupsi besar yang ditangani KPK, penahanan tersangka kerap dilakukan segera setelah pemeriksaan intensif. Namun, Satori masih belum ditahan.

Ini bukanlah kali pertama Satori menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Sebelumnya, ia juga telah diperiksa oleh KPK pada Kamis, 11 September. Pemeriksaan perdana tersebut juga berlangsung di gedung yang sama.

Pada pemeriksaan sebelumnya, Satori menjalani proses penyelidikan selama tujuh jam. Durasi yang cukup panjang ini menunjukkan keseriusan KPK dalam menggali informasi dan bukti-bukti terkait kasus yang sedang ditangani.

Salah satu isu yang menarik perhatian publik pada pemeriksaan lalu adalah penyitaan 15 unit mobil oleh KPK. Jumlah kendaraan yang disita ini menimbulkan spekulasi dan pertanyaan luas mengenai asal-usul aset tersebut.

Satori, usai pemeriksaan pertama, sempat memberikan klarifikasi. Ia mengklaim bahwa mobil-mobil tersebut merupakan bagian dari bisnis jual beli kendaraan atau “showroom” yang dimilikinya. Bahkan, ia menyebutkan beberapa mobil dibeli sebelum menjabat sebagai anggota DPR.

“Mobil jualan, showroom-lah. Itu dibeli semenjak ada yang sebelum saya jadi anggota DPR,” ujar Satori kala itu. Pernyataan ini menjadi pembelaan awal Satori terhadap dugaan kepemilikan aset yang tidak wajar.

Namun, Satori tidak menjelaskan lebih detail terkait ke-15 mobil yang disita tersebut. Ia hanya menegaskan bahwa pemeriksaan yang ia jalani, baik yang pertama maupun yang terbaru, masih terfokus pada kasus dana CSR BI dan OJK.

“Masih terkait BI OJK itu,” ucapnya singkat, mengisyaratkan bahwa substansi penyidikan tidak bergeser dari pokok perkara utama yang tengah diusut oleh KPK. Fokusnya tetap pada dugaan korupsi dana program sosial.

Dalam perkara ini, KPK tidak hanya menetapkan Satori sebagai tersangka. Lembaga antirasuah tersebut juga telah menetapkan Heri Gunawan (HG) sebagai tersangka. Keduanya merupakan kolega di Komisi XI DPR RI.

Kasus dugaan korupsi ini diperkirakan terjadi dalam rentang waktu yang cukup panjang. Yakni mulai dari tahun 2020, berlanjut di tahun 2021, hingga tahun 2022. Ini menunjukkan adanya pola dan rangkaian perbuatan yang terstruktur.

Baik Satori maupun Heri Gunawan, hingga saat ini, belum ditahan oleh KPK. Fakta ini menjadi sorotan tersendiri di kalangan pengamat hukum dan masyarakat umum. Publik mempertanyakan alasan di balik keputusan KPK.

Penahanan adalah salah satu upaya paksa yang sering dilakukan KPK. Tujuannya adalah untuk mencegah tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya. Absennya penahanan menimbulkan spekulasi.

Beberapa media nasional bahkan secara khusus membahas isu ini. Mereka mencoba mencari tahu alasan mengapa kedua anggota DPR tersebut, yang telah berstatus tersangka, masih bebas berkeliaran tanpa penahanan badan.

Keputusan untuk menahan atau tidak menahan seorang tersangka sepenuhnya berada pada diskresi penyidik KPK. Namun, diskresi ini biasanya didasarkan pada pertimbangan objektif dan subjektif yang kuat sesuai undang-undang.

Publik berharap KPK dapat memberikan penjelasan yang transparan. Terkait alasan di balik belum dilakukannya penahanan terhadap Satori dan Heri Gunawan. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi.

Status tersangka ini tentu membawa implikasi politik yang signifikan bagi Satori dan Fraksi NasDem. Sebagai anggota legislatif, terlibat dalam kasus korupsi dapat merusak citra diri dan partai tempatnya bernaung.

Terlebih lagi, kasus ini terjadi menjelang momen-momen politik penting. Pemberitaan negatif semacam ini dapat memengaruhi persepsi publik terhadap integritas partai dan wakil rakyatnya di parlemen.

KPK menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi tanpa pandang bulu. Penanganan kasus ini akan menjadi ujian bagi konsistensi KPK dalam menerapkan prinsip tersebut, terutama terhadap pejabat publik berwenang.

Kasus dugaan korupsi dana CSR BI dan OJK ini juga menjadi peringatan serius. Bagi seluruh pejabat publik dan anggota legislatif. Agar senantiasa berhati-hati dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.

Dana CSR, yang merupakan amanah untuk kesejahteraan masyarakat, tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Pengawasan terhadap penggunaan dana ini harus diperketat di masa mendatang.

Proses penyidikan KPK terhadap Satori dan Heri Gunawan masih terus berjalan. Publik diharapkan untuk terus memantau perkembangan kasus ini. Hingga ada keputusan hukum yang memiliki kekuatan tetap dan mengikat.

Ini adalah bagian dari upaya kolektif. Menjaga integritas lembaga keuangan negara seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Serta memastikan transparansi dalam setiap program sosial yang mereka jalankan.

KPK memiliki tugas berat untuk membuktikan dugaan gratifikasi dan TPPU ini. Semua mata tertuju pada langkah-langkah selanjutnya yang akan diambil oleh penyidik untuk menuntaskan perkara yang melibatkan wakil rakyat ini.

Perjalanan kasus Satori dan Heri Gunawan masih panjang. Mulai dari penyidikan, kemungkinan penuntutan, hingga persidangan. Setiap tahapan akan menjadi krusial dalam menentukan nasib kedua politisi tersebut.

Publik menanti kejelasan dan keadilan. Dalam setiap penanganan kasus korupsi yang dilakukan oleh KPK. Ini adalah cerminan dari komitmen negara dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi.

Kasus ini mempertegas pentingnya akuntabilitas. Terutama bagi mereka yang memiliki kekuasaan dan akses terhadap dana publik. Transparansi adalah kunci untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.

KPK terus bekerja keras. Mengungkap setiap fakta dan bukti. Untuk memastikan bahwa kebenaran terungkap. Dan keadilan ditegakkan. Tanpa intervensi dari pihak manapun.

Dengan pemeriksaan lanjutan ini, KPK menunjukkan keseriusannya. Untuk mengumpulkan semua informasi yang diperlukan. Sebelum mengambil keputusan final terkait penahanan dan kelanjutan proses hukum kedua tersangka.

Publik akan terus menantikan perkembangan selanjutnya. Dari Gedung Merah Putih KPK. Yang menjadi saksi bisu. Dari upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Ini adalah babak baru dalam perjuangan hukum.

KPK memiliki tanggung jawab besar. Untuk memastikan bahwa kasus ini ditangani dengan profesional. Dan berdasarkan bukti yang kuat. Demi terciptanya keadilan bagi semua pihak terkait. Termasuk masyarakat luas.

Share This Article