Kejaksaan Agung Buru Tiga Buronan Kakap di Kancah Global, Interpol Jadi Senjata Utama

6 Min Read

ap – Perburuan terhadap para buronan kasus korupsi semakin intens. Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) tak gentar. Mereka kini memperluas jangkauan pencarian. Arahnya, langsung ke kancah global.

Koordinasi erat telah terjalin. Pihak Kejagung bekerja sama dengan Interpol. Tujuannya jelas, melacak para tersangka yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO). Mereka diduga kuat telah melarikan diri ke luar negeri.

Tiga nama besar menjadi target utama. Pertama, ada saudagar minyak, M Riza Chalid. Sosoknya dikenal dalam lingkaran bisnis energi. Ia kini menjadi fokus pengejaran serius.

Berikutnya, Jurist Tan. Ia adalah mantan staf khusus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim. Keterlibatannya dalam kasus korupsi menarik perhatian publik.

Yang terakhir adalah Cheryl Darmadi. Namanya mencuat dalam dugaan kasus pencucian uang. Keberadaannya pun kini menjadi misteri yang harus dipecahkan aparat hukum.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, angkat bicara. Ia membenarkan langkah-langkah strategis yang telah diambil. Kejagung tidak tinggal diam.

“Untuk MRC (Mohammad Riza Chalid),” ujarnya. “Kita sudah minta selain pemanggilan, kita juga sudah melakukan permohonan red notice kepada MCB Interpol di Indonesia untuk diteruskan.” Ini adalah penegasan tegas.

Permohonan red notice menjadi kunci. Ini adalah permintaan global untuk mencari dan menahan seseorang. Kemudian mengembalikannya untuk menghadapi proses hukum di negara asal.

Anang Supriatna menjelaskan lebih lanjut. Permohonan untuk Riza Chalid telah diajukan secara resmi. Prosesnya kini berada di tangan Interpol, menunggu tindak lanjut global.

“Sedangkan untuk Jurist Tan,” Anang melanjutkan. “Kita sudah meminta juga red notice.” Langkah serupa diambil untuk memastikan pelacakan yang komprehensif. Tidak ada yang terlewatkan dalam daftar buruan.

Dari MCB Interpol di Indonesia, permohonan untuk Jurist Tan sudah diteruskan. Destinasinya adalah markas besar Interpol di Lyon, Perancis. Sebuah titik penting dalam jaringan polisi internasional.

Saat ini, statusnya masih menunggu persetujuan. “Tinggal tunggu persetujuan dari Lyon Perancis yah,” kata Anang. Jika disetujui, maka informasi mengenai Jurist Tan akan tersebar luas secara internasional.

Ini berarti, penangkapannya bisa dilakukan di mana saja. Begitu persetujuan dari Lyon terbit. Jaringan Interpol akan bergerak. Ini adalah kekuatan yang tidak bisa diremehkan.

Pencarian para buronan di luar negeri menggunakan fasilitas red notice tak hanya berhenti pada dua nama. Kejagung juga menerapkannya pada tersangka lain. Salah satunya, Cheryl Darmadi.

“Dalam proses (pencarian lewat red notice) itu semuanya,” tegas Anang. Ini menunjukkan bahwa Kejagung memiliki daftar prioritas. Semua buronan akan dikejar dengan fasilitas yang sama.

“Termasuk yang putranya Surya Dharmadi (Cheryl Darmadi), terus juga Jurist Tan, dan MRC,” tambahnya. Daftar ini menandakan komitmen tinggi Kejagung dalam memberantas korupsi hingga ke akarnya.

Anang Supriatna memastikan. Keberadaan ketiga tersangka kasus korupsi ini sudah terdeteksi. Mereka saat ini diketahui berada di luar negeri. Informasi ini adalah modal penting bagi tim pemburu.

“Posisi yang terakhir mereka di luar negeri,” ungkapnya. “Tiga-tiganya di luar negeri.” Penegasan ini membantah kemungkinan mereka masih bersembunyi di dalam negeri. Area pencarian menjadi lebih terfokus.

Mengenai negara spesifik tempat persembunyian mereka, Anang memilih untuk tidak mengungkapkan. Ini adalah strategi. “Untuk saat ini tidak bisa saya ungkapkan, sudah dipantau,” katanya.

Informasi ini vital untuk kelancaran operasi. Menjaga kerahasiaan lokasi membantu memastikan para buronan tidak lagi berpindah. Pemantauan ketat sedang berlangsung.

M Riza Chalid ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus krusial. Yakni dugaan korupsi tata kelola minyak mentah. Ini juga mencakup produk kilang pada PT Pertamina.

Kasus ini terjadi dalam periode 2018-2023. Skala dugaan korupsinya sangat besar. Melibatkan sektor energi yang vital bagi perekonomian nasional. Potensi kerugian negara pun signifikan.

Sedangkan Jurist Tan, ia terjerat dugaan kasus korupsi digitalisasi pendidikan. Kasus ini terkait pengadaan laptop chromebook. Proyek tersebut dilaksanakan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Proyek digitalisasi pendidikan seharusnya membawa kemajuan. Namun, dugaan korupsi mencoreng tujuannya. Dana publik yang seharusnya untuk pendidikan justru disalahgunakan.

Sementara itu, Cheryl Darmadi adalah tersangka dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kasusnya berasal dari perkara korupsi PT Duta Palma Group. Ini adalah rantai kasus yang saling terkait.

TPPU seringkali menjadi metode untuk menyembunyikan hasil kejahatan korupsi. Melalui TPPU, pelaku mencoba menyamarkan asal-usul uang ilegal. Sehingga tampak seolah-olah sah.

Koordinasi dengan Interpol bukan hal baru. Namun, untuk kasus-kasus sensitif seperti ini, perannya sangat sentral. Interpol berfungsi sebagai penghubung polisi antarnegara. Memecah batas yurisdiksi.

Red notice memungkinkan anggota Interpol untuk meminta bantuan. Mereka bisa meminta anggota lain di 195 negara. Tujuannya, menemukan dan menangkap orang yang dicari.

Proses ini membutuhkan ketelitian. Juga kepatuhan terhadap hukum internasional. Setiap langkah harus sesuai prosedur. Untuk memastikan hasil yang sah dan berkelanjutan.

Kejagung menunjukkan tekad kuat. Mereka tidak akan membiarkan pelaku korupsi menikmati hasil kejahatan. Apalagi dengan bersembunyi di luar negeri.

Langkah-langkah ini mengirimkan pesan penting. Bagi para koruptor, tidak ada tempat yang aman. Hukum Indonesia akan mengejar mereka kemanapun mereka pergi.

Ini adalah bagian dari upaya besar. Untuk membersihkan Indonesia dari praktik korupsi. Memulihkan kerugian negara. Serta menegakkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Perjuangan melawan korupsi adalah maraton. Bukan sprint. Kejagung berkomitmen penuh. Mereka akan terus berupaya. Hingga para buronan kembali dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Masyarakat menanti hasil dari perburuan ini. Kepercayaan publik pada penegakan hukum bergantung pada keberhasilan kasus-kasus besar semacam ini. Semua mata tertuju pada Kejagung. Untuk keadilan yang hakiki.

Share This Article