Banjir Bali Sisakan Tumpukan Sampah 154 Ton, Mayoritas Plastik Ancam Mangrove

5 Min Read

ap – Peristiwa banjir dahsyat yang melanda sejumlah titik di Bali pada Rabu, 10 September 2025, meninggalkan jejak pilu.

Bukan hanya kerusakan infrastruktur dan korban jiwa, namun juga tumpukan sampah yang menggunung.

Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali, I Made Rentin, mengungkapkan skala permasalahan ini.

Fokus utama penanganan saat ini adalah timbunan sampah yang terbawa arus banjir.

Terutama di kawasan mangrove yang vital di Denpasar.

“Banjir tidak hanya menyisakan kerusakan dan korban,” ujar Rentin pada Sabtu, 13 September 2025.

“Tetapi juga meninggalkan tumpukan sampah dalam jumlah besar, terutama sampah plastik.”

Situasi ini sangat mengkhawatirkan dan memerlukan tindakan cepat.

“Hari ini kami bersama komunitas dan kelompok nelayan turun langsung ke kawasan mangrove,” kata Rentin.

Ia melanjutkan, “Kita melihat tumpukan sampah, terutama plastik, yang cukup mengkhawatirkan.”

Tidak ada waktu untuk menyerah atau lelah, tegas Rentin.

Semua komponen masyarakat digerakkan untuk membersihkan sisa banjir ini.

Data DKLH menunjukkan, total timbunan sampah akibat bencana banjir pada tanggal 10 hingga 11 September 2025 mencapai angka mencengangkan.

Sebanyak 154,65 ton sampah harus diangkat dari berbagai lokasi terdampak.

Sampah-sampah ini memiliki komposisi yang beragam.

Terdiri dari potongan kayu dan pohon tumbang.

Juga sampah organik, serta sampah anorganik yang mendominasi.

Jenis anorganik meliputi beton, lumpur, plastik, logam, kain, kaca, dan karet.

Parahnya, tidak sedikit pula ditemukan limbah B3.

Limbah berbahaya ini berasal dari barang hanyut maupun bangunan yang roboh akibat terjangan banjir.

Sekitar 300 personel gabungan kini diterjunkan ke lokasi.

Mereka terdiri dari unsur TNI-Polri, pemerintah daerah, komunitas lokal, hingga kelompok nelayan.

Seluruhnya bahu-membahu dalam aksi bersih-bersih massal ini.

DKLH sendiri mengerahkan sedikitnya 80 kano khusus.

Masing-masing kano dioperasikan oleh dua orang relawan atau petugas.

Targetnya adalah mengumpulkan puluhan ton sampah dalam beberapa hari ke depan.

Rentin menargetkan, dalam waktu tiga hingga empat hari ke depan, seluruh kawasan mangrove di wilayah Denpasar, Bali, harus kembali bersih.

Terutama dari timbunan sampah plastik yang meresahkan.

Ia menegaskan, upaya pembersihan ini bukan hanya tugas pemerintah semata.

Melainkan memerlukan kesadaran kolektif dari seluruh pihak.

Termasuk peran aktif dari dunia usaha di Bali.

“Kita berharap ke depan ada kesadaran bersama bahwa ancaman sampah plastik sangat nyata,” ujarnya penuh harap.

Peringatan keras ini didasari oleh fakta di lapangan.

“Saat banjir kemarin, yang paling dominan terlihat adalah sampah plastik,” jelasnya.

“Ini menjadi peringatan bagi kita semua.”

Pembersihan ini juga memiliki tujuan vital lain.

Yakni untuk melindungi ekosistem mangrove yang rapuh dari kerusakan.

Rentin mengingatkan, jika tidak segera ditangani, tumpukan sampah dapat mencemari parah.

Bahkan dapat mengakibatkan kematian tanaman mangrove.

“Fokus kita bukan hanya membersihkan, tetapi juga menyelamatkan mangrove,” tegas Rentin.

Hal ini penting agar ekosistem vital tersebut tidak rusak akibat kontaminasi sampah.

“Semoga Bali segera pulih pasca banjir,” tutupnya.

Banjir besar yang melanda Bali pada Rabu lalu menyisakan duka mendalam.

Sebanyak 17 orang dilaporkan tewas akibat bencana ini.

Sementara itu, 5 orang lainnya masih dinyatakan hilang dan dalam pencarian hingga saat ini.

I Wayan Suryawan selaku Kepala UPTD Pengendalian Bencana Daerah BPBD Provinsi Bali merinci data korban meninggal.

Korban meninggal di antaranya 11 orang di Kota Denpasar.

Kemudian 3 orang di Kabupaten Gianyar.

Juga 2 orang di Kabupaten Jembrana, dan 1 orang di Kabupaten Badung.

“Jumlah pengungsi 146 orang tersebar pada pos [di Kota Denpasar],” ujar Wayan Suryawan.

Peristiwa ini menjadi pengingat pahit tentang dampak perubahan iklim dan pentingnya pengelolaan lingkungan.

Tumpukan sampah plastik yang masif setelah banjir adalah cerminan dari masalah yang lebih besar.

Isu pengelolaan sampah yang belum tuntas di Pulau Dewata.

Upaya pembersihan ini, meski heroik, adalah solusi jangka pendek.

Solusi jangka panjang memerlukan perubahan perilaku dan kebijakan.

Edukasi masyarakat tentang pentingnya mengurangi penggunaan plastik adalah krusial.

Serta meningkatkan infrastruktur pengelolaan sampah yang memadai.

Sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta harus terus diperkuat.

Hanya dengan kolaborasi menyeluruh, Bali dapat terbebas dari ancaman sampah.

Dan siap menghadapi tantangan bencana di masa depan.

Menjaga keindahan alam dan ekosistem Bali adalah tanggung jawab bersama.

Terutama bagi generasi mendatang.

Share This Article