ap – Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan mendesak pemerintah untuk segera membentuk tim investigasi. Desakan ini terkait dugaan tindakan makar yang disinyalir terjadi. Peristiwa tersebut beriringan dengan gelombang aksi demonstrasi mahasiswa dalam beberapa waktu terakhir.
Tuntutan krusial ini disampaikan langsung kepada Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi. Pertemuan berlangsung di Istana Negara, Jakarta, pada Kamis (4 September) malam. Delegasi mahasiswa membawa aspirasi yang kuat dari gerakan.
Pasha Fazillah Afap, Koordinator Media BEM SI Kerakyatan, menjelaskan isi pertemuan tersebut. “BEM SI Kerakyatan menyampaikan bahwa kami dengan tegas menuntut dan menekan Bapak Presiden,” ujarnya kepada para wartawan. Ia menegaskan kembali urgensi pembentukan tim investigasi makar.
Pasha menekankan bahwa tim investigasi ini harus segera dibentuk. Tujuannya untuk mengusut tuntas setiap indikasi tindakan yang mengancam kedaulatan negara. Hal ini menjadi prioritas utama bagi mahasiswa di tengah dinamika politik nasional.
Selain isu dugaan makar, BEM SI juga menyuarakan tuntutan lain yang tak kalah penting. Mereka mendorong pemerintah agar segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Pengesahan beleid ini dianggap vital untuk pemberantasan korupsi.
RUU Perampasan Aset diharapkan menjadi instrumen hukum yang efektif. Dengan demikian, aset-aset hasil tindak pidana dapat disita dan dikembalikan kepada negara. Langkah ini merupakan bagian dari upaya menciptakan pemerintahan yang bersih.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua BEM UPNVJ, Kaleb Otniel Aritonang, juga menyampaikan aspirasinya. Kaleb mendesak pemerintah agar dapat mengakomodir tuntutan publik yang dikenal sebagai “17+8”. Tuntutan ini merupakan hasil rumusan koalisi sipil.
Kaleb menjelaskan bahwa pemerintah juga diminta menegakkan supremasi sipil secara penuh. Selain itu, segala bentuk militerisme di ruang publik harus dihilangkan. Menurutnya, militer tidak seharusnya menjadi alat politik negara.
“Kami menemui Pak Mensesneg dan Pak Mendikti bukan berarti ini kemenangan yang sudah mutlak bagi kami,” tutur Kaleb. Ia menegaskan bahwa proses ini memerlukan pengawalan ketat dan berkelanjutan. Mahasiswa akan terus memantau janji-janji pemerintah.
Pertemuan di Istana Negara itu diawali oleh inisiatif sejumlah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Organisasi Kemahasiswaan. Mereka datang untuk menyampaikan aspirasi rakyat. Kedatangan ini berlangsung pada Kamis (4 September) malam.
Sebelumnya, koalisi sipil telah merumuskan serangkaian tuntutan penting. Tuntutan ini dikenal sebagai “17+8 tuntutan rakyat: transparansi, reformasi, dan empati”. Perumusan ini merespons gelombang aksi unjuk rasa yang intens selama sepekan terakhir.
Koalisi tersebut meminta 17 tuntutan awal dipenuhi dalam waktu satu minggu. Batas waktunya ditetapkan hingga 5 September. Sementara itu, delapan tuntutan sisanya harus diselesaikan dalam kurun waktu satu tahun setelahnya.
Tuntutan pertama dalam daftar adalah penarikan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari pengamanan sipil. Mahasiswa mendesak agar tidak ada kriminalisasi terhadap para demonstran. Mereka menuntut kebebasan berpendapat dan berkumpul.
Kedua, dibentuknya tim investigasi independen. Tim ini bertugas mengusut kematian Affan Kurniawan dan seluruh demonstran. Mereka adalah korban dalam aksi unjuk rasa antara 25-31 Agustus lalu.
Poin ketiga menyasar kenaikan tunjangan, gaji, dan fasilitas baru anggota DPR. Koalisi menuntut agar hal tersebut dibekukan. Keputusan ini dinilai penting di tengah kondisi ekonomi yang menantang bagi rakyat.
Tuntutan keempat adalah publikasi transparansi anggaran. Rakyat berhak mengetahui bagaimana dana negara dikelola. Transparansi adalah kunci menuju pemerintahan yang akuntabel.
Badan Kehormatan DPR juga didorong untuk memeriksa anggotanya yang bermasalah. Ini adalah tuntutan kelima. Mahasiswa menginginkan parlemen yang bersih dan berintegritas.
Poin keenam meminta pemecatan atau sanksi bagi kader partai politik yang tidak etis. Perilaku mereka kerap memicu kemarahan publik. Partai politik harus bertanggung jawab atas moral kadernya.
Ketujuh, partai politik wajib mengumumkan komitmen mereka untuk berpihak pada rakyat. Ini penting untuk membangun kembali kepercayaan publik. Rakyat ingin melihat wakilnya berjuang demi kepentingan umum.
Tuntutan kedelapan adalah melibatkan kader partai dalam ruang-ruang dialog bersama publik. Interaksi langsung diharapkan menjembatani kesenjangan antara politisi dan rakyat. Ini juga memupuk partisipasi aktif warga.
Mahasiswa juga mendesak pembebasan seluruh demonstran yang ditahan. Ini merupakan tuntutan kesembilan. Kebebasan berpendapat adalah hak asasi yang harus dihormati.
Tuntutan kesepuluh menyoroti tindakan represif dan kekerasan berlebihan oleh aparat. Praktik tersebut harus dihentikan dalam mengawal demonstrasi. Aparat keamanan diharapkan bertindak secara profesional dan humanis.
Kesebelas, anggota atau aparat yang memerintahkan atau melakukan tindakan represif harus ditangkap. Proses hukum wajib ditegakkan tanpa pandang bulu. Akuntabilitas adalah prinsip yang tak bisa ditawar.
TNI diminta untuk segera kembali ke barak, ini adalah poin kedua belas. Fungsi dan peran TNI harus sesuai dengan konstitusi. Penempatan militer di ranah sipil harus diminimalisir.
Tuntutan ketiga belas menekankan bahwa TNI tidak boleh mengambil alih fungsi Polri. Penegakan disiplin internal juga harus dilakukan. Setiap institusi memiliki batas kewenangan masing-masing.
Keempat belas, TNI tidak memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi. Intervensi militer dapat memperkeruh suasana. Ruang sipil harus tetap menjadi ranah sipil sepenuhnya.
Untuk sektor ekonomi, mahasiswa menuntut upah layak untuk buruh. Ini adalah poin kelima belas. Kesejahteraan buruh harus menjadi perhatian serius pemerintah.
Pemerintah juga didesak segera mengambil langkah darurat untuk mencegah PHK massal. Ini tuntutan keenam belas. Perlindungan terhadap pekerja sangat dibutuhkan di tengah ketidakpastian ekonomi.
Tuntutan ketujuh belas atau terakhir dari kategori jangka pendek adalah membuka dialog dengan serikat buruh. Tujuannya untuk menemukan solusi atas masalah upah murah dan praktik outsourcing.
Sementara itu, delapan tuntutan tambahan dirancang sebagai agenda jangka panjang. Target penyelesaiannya hingga 31 Agustus 2026. Tuntutan ini bertujuan untuk reformasi fundamental negara.
Pertama, pembersihan dan reformasi DPR besar-besaran. Ini meliputi audit dan peningkatan syarat bagi anggota parlemen. Legislatif harus diisi oleh individu yang berkualitas dan berintegritas.
Kedua, reformasi partai politik. Partai harus mempublikasikan laporan keuangan mereka. Fungsi pengawasan internal juga harus berjalan sebagaimana mestinya.
Ketiga, reformasi sektor perpajakan harus dilakukan secara adil. Sistem pajak yang berpihak pada rakyat kecil sangat didambakan. Keadilan ekonomi adalah fondasi masyarakat sejahtera.
Keempat, RUU Perampasan Aset harus disahkan. Tuntutan ini konsisten dengan aspirasi BEM SI Kerakyatan. Payung hukum ini sangat ditunggu untuk memberantas korupsi.
Kelima, reformasi kepolisian agar lebih profesional dan humanis. Institusi kepolisian harus menjadi pelayan dan pelindung masyarakat. Jauh dari citra represif.
TNI kembali ke barak menjadi tuntutan keenam dalam jangka panjang. Ini menegaskan kembali pentingnya pemisahan peran militer dan sipil. Sebuah negara demokrasi yang sehat.
Ketujuh, penguatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan lembaga pengawas independen lainnya. Lembaga-lembaga ini krusial untuk menjaga checks and balances.
Terakhir, tuntutan kedelapan adalah peninjauan ulang kebijakan sektor ekonomi dan ketenagakerjaan. Ini mencakup Proyek Strategis Nasional (PSN), evaluasi UU Ciptaker, dan tata kelola Danantara.
Berbagai tuntutan ini menunjukkan seriusnya mahasiswa dalam mengawal jalannya pemerintahan. Mereka tidak hanya fokus pada isu-isu saat ini. Namun juga pada agenda reformasi struktural yang berkelanjutan.
Pertemuan dengan Mensesneg hanyalah langkah awal. Kaleb Otniel Aritonang menegaskan, “harus ada pengawalan-pengawalan yang jelas.” Mahasiswa akan terus menjadi pilar demokrasi.
Suara mahasiswa, yang terangkum dalam tuntutan “17+8”, kini telah sampai di gerbang Istana. Bola panas reformasi kini ada di tangan pemerintah. Harapan akan perubahan ada di pundak para pembuat kebijakan.
