Desakan Rakyat Terus Menguat, Ini Respons Awal Pemerintah dan DPR

10 Min Read

ap – Jakarta, CNN Indonesia — Koalisi sipil, mahasiswa, dan elemen warga lainnya terus mendesak pemerintah serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mereka menuntut tindak lanjut atas aspirasi yang disuarakan melalui gelombang demonstrasi pada 25 hingga 31 Agustus.

Desakan ini kembali mengemuka melalui unjuk rasa pada Kamis, 4 September. Aksi massa itu digelar serentak di tiga lokasi berbeda di Jakarta.

Pertama, di kawasan Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka. Demonstrasi di titik ini dimotori oleh aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak), menyuarakan isu-isu buruh dan rakyat.

Kedua, di depan gerbang utama DPR. Lokasi ini menjadi pusat aksi aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), yang membawa semangat mahasiswa.

Ketiga, di gerbang belakang atau Gerbang Pancasila, DPR. Sejumlah influencer turut hadir di sini, menyerahkan “Tuntutan 17+8” langsung kepada wakil rakyat.

Beberapa pesohor yang bergabung dalam aksi tersebut antara lain Jerome Polin, Ferry Irwandi, Andovi Da Lopez, dan Jovial Da Lopez. Turut hadir juga Fathia Izzati, Andhita U Utami atau Afu, serta Jeremy Owen, menunjukkan dukungan publik luas.

Meski digelar di tempat berbeda, tiga unjuk rasa tersebut membawa rumusan tuntutan yang sebagian besar memiliki substansi serupa. Reformasi DPR menjadi salah satu poin krusial.

Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset juga menjadi desakan utama. Para demonstran meminta keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi.

Pembentukan tim investigasi kerusuhan aparat selama demonstrasi 25-31 Agustus juga menjadi tuntutan penting. Mereka menuntut keadilan bagi korban kekerasan.

Para pengunjuk rasa juga memberikan dua tenggat waktu kepada DPR dan pemerintah. Tuntutan ini diharapkan segera ditindaklanjuti.

Dalam jangka pendek, tuntutan harus dipenuhi paling lambat 5 September. Ini menunjukkan urgensi masalah di mata masyarakat.

Sementara itu, dalam jangka panjang, tuntutan harus dipenuhi pada Agustus 2026. Tenggat ini memberikan waktu bagi reformasi struktural yang lebih mendalam.

Bagaimana respons pemerintah dan DPR atas tuntutan-tuntutan ini? Berikut adalah rangkuman dari beberapa pihak terkait.

Ketua DPR RI Puan Maharani memimpin rapat internal. Rapat ini melibatkan delapan pimpinan fraksi di DPR untuk membahas tuntutan pedemo yang kian masif.

Hasil rapat internal tersebut menyepakati dua agenda reformasi DPR. Hal ini menjadi langkah awal menanggapi desakan publik.

Pertama, penghentian tunjangan perumahan bagi anggota DPR. Ini diharapkan dapat menghemat anggaran dan menunjukkan empati.

Kedua, moratorium kunjungan kerja ke luar negeri. Kebijakan ini juga bertujuan untuk efisiensi dan fokus pada tugas domestik.

“Semua ketua fraksi sepakat menghentikan tunjangan perumahan bagi anggota,” kata Puan Maharani. Ia menambahkan, “dan melakukan moratorium kunjungan kerja bagi anggota dan komisi-komisi DPR.”

Pernyataan ini menunjukkan adanya konsensus di antara fraksi-fraksi untuk memulai reformasi internal. Namun, publik menunggu lebih dari sekadar janji.

Di sisi lain, anggota DPR dari Fraksi Gerindra, Andre Rosiade, turut menanggapi. Ia menyatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan kepolisian.

Koordinasi ini bertujuan memenuhi tuntutan publik terkait pembebasan massa pedemo yang ditahan. Ini menjadi isu sensitif yang memerlukan perhatian.

Menurut Andre, koordinasi itu akan menyaring pedemo. Mereka akan dibedakan antara yang ditahan karena berbuat rusuh dan yang murni menjadi korban brutalitas aparat.

“Pimpinan akan berkoordinasi dengan kepolisian. Bahwa untuk demonstran yang aksi damai dan juga tujuan murni, tentu akan dibantu,” jelas Andre. “Itu sudah disampaikan. Kita tunggu lah.”

Pernyataan ini memberikan harapan bagi keluarga para demonstran yang masih ditahan. Namun, implementasi janji ini akan menjadi krusial.

Namun, tidak semua tuntutan mendapat tanggapan cepat. Ketua Fraksi PKB, Jazilul Fawaid, mengungkap bahwa RUU Perampasan Aset belum dibahas.

Rapat internal pimpinan bersama delapan fraksi DPR itu, kata Jazilul, hanya menyinggung soal transformasi DPR. RUU penting ini masih menunggu giliran.

Rapat yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani tersebut belum memasukkan agenda RUU Perampasan Aset. Ini mengecewakan sebagian pihak.

Namun, Jazilul mengatakan rapat itu baru awalan. Pertemuan-pertemuan lain akan dilanjutkan sesuai agenda dan tuntutan masyarakat yang terus berkembang.

“Tadi cuma itu aja, cuma transformasi DPR itu saja. [RUU Perampasan Aset], enggak juga, enggak,” kata Jazilul usai rapat. Ini mengindikasikan prioritas pembahasan saat ini.

Dari pihak pemerintah, respons juga datang. Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto, angkat bicara.

Wiranto berkata, seluruh tuntutan demonstrasi yang disampaikan masyarakat sudah didengar oleh Presiden Prabowo Subianto. Hal ini menunjukkan pemerintah mendengarkan.

Namun, Wiranto juga mengingatkan bahwa tidak semua tuntutan dapat dipenuhi secara serentak. Ini adalah realitas yang perlu dipahami publik.

“Tentunya tidak serentak semua dipenuhi, kalau semua permintaan dipenuhi juga repot,” ujarnya. Oleh karena itu, ia meminta publik untuk tidak khawatir dan menyerahkan kepada Presiden.

“Oleh karena itu, tentu kita menyerahkan saja kepada Presiden,” pungkas Wiranto, menekankan pentingnya kepercayaan kepada kepala negara.

Tuntutan yang disuarakan masyarakat dikenal sebagai “17+8 Tuntutan Rakyat”. Ini adalah serangkaian aspirasi yang muncul selama unjuk rasa dan kerusuhan di Indonesia pada Agustus 2025.

Tuntutan ini terdiri dari 17 poin jangka pendek dan 8 poin jangka panjang. Semuanya ditujukan kepada pemerintah dan DPR, dengan harapan perubahan signifikan.

Berikut adalah rincian 17 tuntutan dengan deadline 5 September:

1. Tarik TNI dari pengamanan sipil. Pastikan tidak ada kriminalisasi demonstran.
2. Bentuk tim investigasi kematian Affan Kurniawan. Investigasi juga semua demonstran korban aksi 25-31 Agustus.
3. Bekukan kenaikan tunjangan, gaji, dan fasilitas baru anggota DPR.
4. Publikasikan transparansi anggaran DPR secara menyeluruh.
5. Dorong Badan Kehormatan DPR periksa anggota bermasalah.
6. Pecat atau sanksi kader partai politik yang tidak etis. Tindakan mereka memicu kemarahan publik.
7. Umumkan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat.
8. Libatkan kader partai dalam ruang-ruang dialog bersama publik.
9. Bebaskan seluruh demonstran yang ditahan tanpa pandang bulu.
10. Hentikan tindakan represif dan kekerasan berlebihan aparat. Hal ini sering terjadi dalam mengawal demo.
11. Tangkap dan proses hukum anggota atau aparat yang memerintahkan atau melakukan tindakan represif.
12. TNI segera kembali ke barak, fokus pada tugas pertahanan negara.
13. TNI tidak boleh ambil alih fungsi Polri. Tegakkan disiplin internal.
14. TNI tidak memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi.
15. Pastikan upah layak untuk buruh, sesuai standar kebutuhan hidup.
16. Pemerintah segera ambil langkah darurat cegah PHK massal.
17. Buka dialog dengan serikat buruh untuk solusi upah murah dan outsourcing.

Selain itu, terdapat 8 tuntutan tambahan dengan deadline 31 Agustus 2026, yang menunjukkan visi jangka panjang untuk reformasi.

1. Bersihkan dan reformasi DPR besar-besaran. Lakukan audit dan tinggikan syarat anggota DPR.
2. Reformasi partai politik. Parpol harus mempublikasikan laporan keuangan dan memastikan fungsi pengawasan berjalan.
3. Reformasi sektor perpajakan dengan adil, tidak memberatkan rakyat kecil.
4. Sahkan RUU Perampasan Aset. Ini krusial untuk pemberantasan korupsi.
5. Reformasi kepolisian agar profesional dan humanis dalam bertugas.
6. TNI kembali ke barak secara permanen.
7. Perkuat Komnas HAM dan lembaga pengawas independen lain. Pastikan independensi mereka.
8. Tinjau ulang kebijakan sektor ekonomi dan ketenagakerjaan. Mulai dari Proyek Strategis Nasional (PSN), evaluasi UU Ciptaker, dan tata kelola Danantara.

Tuntutan 17+8 telah beredar luas di media sosial. Ini menjadi fokus utama dalam berbagai unjuk rasa mahasiswa dan elemen masyarakat sipil.

Berbagai media memberitakan daftar lengkap tuntutan ini, menunjukkan luasnya cakupan dan perhatian publik. Tuntutan ini menjadi cermin aspirasi rakyat.

Ada laporan mengenai “tindak lanjut desakan” terkait tuntutan-tuntutan tersebut. Pemerintah dan DPR telah memberikan beberapa respons awal.

Namun, kelompok pengunjuk rasa menyatakan “belum puas dengan janji, kami butuh…”. Ini mengindikasikan bahwa respons atau implementasi belum sepenuhnya memenuhi harapan.

Fokus tuntutan utama yang sering disoroti termasuk reformasi DPR secara menyeluruh. Hal ini mendesak pembersihan dan peningkatan kualitas anggota parlemen.

Reformasi partai politik juga menjadi sorotan. Menguatkan pengawasan eksekutif terhadap partai politik adalah langkah penting.

Penarikan TNI dari pengamanan sipil juga terus didesak. Memastikan tidak ada kriminalisasi terhadap demonstran adalah hal mendasar.

Kasus-kasus kekerasan yang terjadi, seperti kasus Affan, menuntut pembentukan tim investigasi independen. Ini demi keadilan dan akuntabilitas.

Penyusunan rencana reformasi perpajakan yang lebih adil juga menjadi salah satu agenda. Tujuannya agar tidak merugikan rakyat.

Perkembangan terkini menunjukkan bahwa tuntutan ini masih menjadi perhatian publik. Diskusi mengenai bagaimana pemerintah menindaklanjuti poin-poin ini terus bergulir.

Masyarakat menanti implementasi nyata. Janji-janji politik perlu diwujudkan dalam kebijakan konkret yang berpihak pada rakyat.

Tantangan besar bagi pemerintah dan DPR adalah bagaimana merespons desakan ini secara komprehensif. Menemukan titik temu antara aspirasi publik dan kapasitas negara menjadi kunci.

Waktu terus berjalan, dan tenggat waktu yang diberikan oleh rakyat menjadi pengingat. Kepentingan publik harus menjadi prioritas utama.

Share This Article