Dua Anggota DPR Tersandung Kasus Gratifikasi dan TPPU Dana CSR Bank Indonesia dan OJK

6 Min Read

ap – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan taringnya dalam memberantas korupsi di Indonesia. Kali ini, dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Satori dari Fraksi NasDem dan Heri Gunawan dari Fraksi Gerindra, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait penyaluran dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dan Penyuluh Jasa Keuangan (PJK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2020-2023. Penetapan tersangka ini diumumkan secara resmi pada Kamis (7/8) malam, menandai babak baru dalam upaya penegakan hukum terhadap para pelaku korupsi yang memanfaatkan jabatan publik untuk memperkaya diri sendiri.

Kasus ini bermula dari laporan hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta pengaduan masyarakat yang mencurigai adanya aliran dana tidak wajar yang melibatkan kedua anggota dewan tersebut. Pelaksana Tugas Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Jakarta, mengungkapkan bahwa KPK telah melakukan serangkaian penyelidikan mendalam sebelum akhirnya menetapkan Satori dan Heri Gunawan sebagai tersangka. KPK berkomitmen untuk menindaklanjuti setiap laporan dan informasi yang diterima dari masyarakat, serta tidak akan mentolerir praktik-praktik korupsi yang merugikan negara dan kepercayaan publik.

Heri Gunawan diduga menerima total Rp15,86 miliar yang berasal dari berbagai sumber, termasuk Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan PSBI, Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, serta Rp1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya. Modus operandi yang digunakan Heri Gunawan adalah dengan memindahkan seluruh penerimaan tersebut melalui yayasan yang dikelolanya ke rekening pribadi melalui metode transfer. Bahkan, ia diduga meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai. Dana dari rekening penampung tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi, seperti pembangunan rumah makan, pengelolaan outlet minuman, pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat. Tindakan ini jelas menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang dan kepercayaan yang diberikan kepadanya sebagai anggota DPR.

Sementara itu, Satori diduga menerima total Rp12,52 miliar, dengan rincian Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan PSBI, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, serta Rp1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya. Sama seperti Heri Gunawan, Satori juga diduga menggunakan penerimaan tersebut untuk keperluan pribadi, seperti deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, serta pembelian aset lainnya. Lebih lanjut, Satori juga diduga melakukan rekayasa transaksi perbankan dengan meminta salah satu bank daerah untuk menyamarkan penempatan deposito serta pencairannya agar tidak teridentifikasi di rekening koran. Tindakan ini mengindikasikan adanya upaya untuk menyembunyikan asal-usul dana haram tersebut dan menghindari jeratan hukum.

Atas temuan tersebut, Satori juga dijerat dengan Pasal TPPU. Menurut pengakuan Satori, sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut. KPK menyatakan akan mendalami keterangan Satori tersebut untuk mengungkap keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini. Hal ini menunjukkan bahwa KPK tidak akan berhenti pada penetapan dua tersangka saja, tetapi akan terus mengembangkan kasus ini untuk menjerat semua pihak yang terlibat, tanpa pandang bulu. KPK juga akan terus berkoordinasi dengan PPATK dan lembaga terkait lainnya untuk melacak aliran dana dan mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan.

Heri Gunawan dan Satori disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP, serta Pasal sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal-pasal ini memberikan ancaman hukuman yang berat bagi para pelaku korupsi, termasuk pidana penjara dan denda yang signifikan. KPK berharap bahwa penegakan hukum yang tegas ini dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi lainnya, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya korupsi dan pentingnya partisipasi dalam pemberantasan korupsi.

Kasus yang menjerat kedua anggota DPR ini menjadi tamparan keras bagi lembaga legislatif dan partai politik yang menaungi mereka. Publik menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas dari para wakil rakyat, serta mekanisme pengawasan yang efektif untuk mencegah terjadinya praktik-praktik korupsi. Partai politik juga dituntut untuk lebih selektif dalam memilih dan menempatkan kader-kadernya di posisi-posisi strategis, serta memberikan pendidikan anti-korupsi yang berkelanjutan. Kasus ini juga menjadi momentum bagi reformasi internal di tubuh DPR RI, agar lembaga ini benar-benar menjadi representasi rakyat yang bersih dan berintegritas.

Penetapan tersangka terhadap Heri Gunawan dan Satori ini merupakan bukti bahwa KPK tidak tebang pilih dalam memberantas korupsi. Siapapun yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi, tanpa memandang status dan jabatannya, akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. KPK berharap bahwa kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak, bahwa korupsi tidak akan pernah dibiarkan dan akan selalu dikejar oleh hukum. KPK juga mengajak seluruh masyarakat untuk terus mengawasi dan melaporkan setiap indikasi tindak pidana korupsi yang terjadi di sekitarnya, karena pemberantasan korupsi adalah tanggung jawab bersama.

Share This Article