ap – Infrastruktur jalan dan sarana pendidikan di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, masih menjadi keluhan utama masyarakat. Kondisi ini menghambat berbagai aktivitas vital warga sehari-hari. Keluhan tersebut disampaikan langsung oleh masyarakat kepada wakil rakyat.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cianjur, Lepi Ali Firmansyah, membenarkan adanya aspirasi ini. Ia menerima masukan tersebut saat agenda reses masa persidangan I tahun sidang 2025-2026. Lepi mengakui beberapa isu utama mendominasi diskusi.
Menurut Lepi, percepatan pembangunan infrastruktur jalan adalah salah satu prioritas utama. Masyarakat setempat menilai kondisi jalan di Cianjur belum sesuai harapan. Jalan-jalan yang rusak menjadi penghambat signifikan bagi mobilitas.
Data terkini menunjukkan, sekitar 27% ruas jalan di Cianjur masih dalam kondisi rusak parah. Angka ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi pemerintah daerah. Kondisi jalan ini jauh dari ideal bagi aktivitas warga.
Kerusakan jalan tersebut tidak hanya sekadar mengganggu perjalanan. Lebih dari itu, ia juga memperlambat distribusi hasil pertanian. Ini secara langsung memukul perekonomian lokal yang sangat bergantung pada sektor tersebut.
Selain itu, akses masyarakat terhadap layanan dasar ikut terhambat. Sekolah, fasilitas kesehatan, dan pusat-pusat ekonomi menjadi sulit dijangkau. Kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan turut menurun akibat infrastruktur yang buruk.
Lepi Ali Firmansyah mendorong Pemerintah Kabupaten Cianjur. Ia meminta Pemkab memprioritaskan kebijakan dan alokasi anggaran yang lebih proporsional. Tujuannya agar perbaikan jalan dapat segera terwujud.
Percepatan pembangunan jalan harus dilakukan secara merata. Seluruh wilayah Kabupaten Cianjur memerlukan perhatian yang sama. Jangan sampai ada daerah yang tertinggal karena akses jalan yang minim.
Selain jalan, sektor pendidikan juga menghadapi masalah serius. Masyarakat Cianjur juga menginginkan peningkatan infrastruktur pendidikan. Sarana pendidikan yang layak adalah hak dasar setiap anak bangsa.
Kondisi sarana pendidikan di Kabupaten Cianjur masih jauh dari memadai. Banyak bangunan sekolah yang memerlukan perbaikan segera. Tantangan ini berdampak langsung pada proses belajar mengajar.
Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora), angkanya cukup mengkhawatirkan. Tercatat sekitar 950 ruang kelas jenjang SD dan SMP berada dalam kondisi rusak. Ini adalah masalah struktural yang perlu penanganan serius.
Situasi ini berdampak langsung pada kenyamanan siswa dan guru. Kualitas proses belajar-mengajar menjadi terganggu. Potensi menghambat pemerataan akses pendidikan bagi anak-anak di berbagai kecamatan pun sangat besar.
Lepi menegaskan pentingnya langkah konkret. Pembangunan ruang kelas baru dan rehabilitasi ruang kelas rusak harus segera dilaksanakan. Ini membutuhkan dukungan kebijakan dan anggaran yang memadai.
Hak dasar masyarakat di bidang pendidikan harus terpenuhi secara layak dan berkeadilan. Tidak boleh ada anak yang kehilangan kesempatan belajar karena fasilitas yang tidak memadai. Investasi pada pendidikan adalah investasi masa depan.
Aspirasi lain yang juga mengemuka adalah terkait insentif guru ngaji. Masyarakat mengeluhkan kebijakan pengurangan penerima insentif. Saat ini hanya 1 orang per desa dan 1 orang per kecamatan yang menerima.
Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 18/2025. Namun, masyarakat menilai aturan ini tidak adil. Pasalnya, jumlah guru ngaji yang berperan aktif di masyarakat jauh lebih banyak dari kuota yang ditetapkan.
Mereka merasa peran vital guru ngaji dalam membina moral keagamaan tidak dihargai secara layak. Kontribusi mereka terhadap pembentukan karakter generasi muda sangat besar. Kebijakan ini dinilai merugikan mereka.
Selain itu, ada juga aspirasi dari kalangan pondok pesantren. Mereka meminta agar bantuan sarana sebesar Rp300 juta segera direalisasikan. Dana ini krusial untuk mendukung peningkatan mutu pendidikan keagamaan.
Lepi mendorong agar kebijakan pengurangan penerima insentif guru ngaji ditinjau ulang. Ia juga mendesak agar bantuan untuk pesantren segera direalisasikan. Ini adalah bentuk dukungan nyata terhadap pendidikan keagamaan.
Terakhir, masalah terkait kebijakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu turut menjadi sorotan. Kebijakan dengan skema 10 poin dalam surat pernyataan dinilai kurang berkeadilan.
Lepi mendorong pemerintah daerah agar segera mencarikan formulasi yang lebih berkeadilan. Kebijakan ini harus selaras dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Tidak boleh ada pihak yang dirugikan.
Tujuannya adalah agar aspirasi tenaga pendidik maupun tenaga teknis dapat terakomodasi. Hak-hak dasar mereka sebagai pekerja harus tetap terjamin. Ini penting untuk menciptakan iklim kerja yang kondusif.
Kondisi infrastruktur jalan dan pendidikan yang belum merata di Cianjur memang merupakan isu berkelanjutan. Keluhan ini bukan hal baru bagi telinga pemerintah daerah. Masalah ini telah berlangsung cukup lama.
Sebuah laporan dari Media Indonesia bahkan berjudul “Warga Cianjur Keluhkan Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Pendidikan belum Merata”. Laporan itu menguatkan data 27% ruas jalan yang rusak.
Kerusakan tersebut tidak hanya menghambat mobilitas. Lebih jauh, ia juga menghambat pertumbuhan ekonomi lokal. Sektor pertanian, sebagai tulang punggung daerah, sangat merasakan dampaknya.
Kesenjangan pembangunan di wilayah Cianjur juga disoroti secara luas. Termasuk di dalamnya adalah masalah infrastruktur pendidikan yang krusial. Perhatian serius dari semua pihak sangat dibutuhkan.
Pemerintah Kabupaten Cianjur sendiri disebut-sebut tengah berupaya. Mereka sedang melakukan pemerataan pembangunan jalan. Terutama di wilayah selatan yang selama ini kerap terabaikan.
Harapannya, upaya ini dapat meningkatkan aksesibilitas secara signifikan. Mobilitas ekonomi masyarakat juga diharapkan membaik. Namun, progresnya masih perlu dipantau secara ketat dan berkelanjutan.
DPRD Cianjur melalui Lepi Ali Firmansyah, terus mendesak Pemkab. Perbaikan infrastruktur adalah kunci utama. Baik jalan maupun fasilitas pendidikan, keduanya sama-sama mendesak untuk ditangani.
Masyarakat menanti realisasi janji dan upaya konkret. Hak mereka atas infrastruktur yang layak tidak bisa ditunda lagi. Pembangunan yang merata adalah fondasi bagi kemajuan Cianjur.
Perhatian terhadap guru ngaji dan pondok pesantren juga tak kalah penting. Mereka adalah pilar penting dalam pendidikan moral dan keagamaan. Keadilan dalam pemberian insentif harus ditegakkan.
Begitu pula dengan nasib tenaga PPPK Paruh Waktu. Pemerintah daerah harus segera menemukan solusi adil. Hak-hak mereka harus dihormati sesuai peraturan yang berlaku.
Situasi ini memerlukan komitmen kuat dari semua pemangku kepentingan. Kolaborasi antara pemerintah daerah, DPRD, dan masyarakat sangat krusial. Tujuannya untuk menciptakan Cianjur yang lebih maju dan berkeadilan.
Tanpa perbaikan fundamental pada infrastruktur dan pendidikan, potensi daerah akan sulit berkembang. Masyarakat berhak mendapatkan fasilitas yang memadai. Ini adalah tuntutan yang harus dipenuhi tanpa kompromi.
Oleh karena itu, desakan dari Lepi Ali Firmansyah menjadi alarm. Peringatan keras bagi Pemkab Cianjur. Agar segera bertindak nyata dan cepat. Untuk mengatasi berbagai keluhan yang telah lama bergema.
Masa depan Kabupaten Cianjur bergantung pada responsiveness pemerintah. Terhadap aspirasi warganya. Terutama terkait kebutuhan dasar. Yang selama ini masih menjadi ganjalan besar.
Percepatan pembangunan infrastruktur yang merata dan peningkatan kualitas pendidikan adalah investasi esensial. Akan membawa dampak positif jangka panjang. Bagi seluruh lapisan masyarakat Cianjur.
Ini bukan sekadar proyek pembangunan fisik. Melainkan juga tentang pemerataan kesempatan. Untuk semua warga. Demi kehidupan yang lebih baik dan masa depan yang lebih cerah. Di seluruh pelosok Cianjur.
