CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon, baru-baru ini membuat pernyataan yang menggemparkan pasar keuangan global, memproyeksikan harga emas dapat dengan mudah mencapai level US$5.000, bahkan menembus angka US$10.000 per troy ounce di tengah lanskap ekonomi global yang penuh ketidakpastian. Prediksi ini muncul saat banyak investor mencari perlindungan nilai di tengah gejolak pasar, menjadikan emas sebagai aset yang kembali dilirik secara serius.
Dalam sebuah laporan yang beredar pada pertengahan Oktober 2025, Jamie Dimon, meskipun dikenal bukan sebagai ‘pecinta emas’ atau ‘gold bug’, mengakui bahwa saat ini adalah salah satu waktu yang langka dan masuk akal untuk memiliki emas dalam portofolio investasi. Sentimen ini menggarisbawahi perubahan pandangan terhadap logam mulia tersebut, dari sekadar lindung nilai tradisional menjadi komponen strategis dalam diversifikasi portofolio modern.
Tidak hanya JPMorgan, beberapa institusi keuangan besar lainnya juga menaikkan target harga emas mereka. Analis Bank of America (BofA), misalnya, meningkatkan perkiraan harga emasnya menjadi US$5.000 per ounce pada tahun 2026, dengan rata-rata tahunan diperkirakan mencapai US$4.400. Peningkatan ini didorong oleh ekspektasi lonjakan permintaan investasi.
“Melihat ke tahun 2026, peningkatan permintaan investasi sebesar 14%—serupa dengan yang kita lihat tahun ini—dapat mengangkat harga emas ke US$ 5.000 per ounce,” jelas analis Bank of America seperti dikutip dari Kontan. Mereka menambahkan bahwa risiko stagflasi, yaitu kombinasi inflasi tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang melambat, menjadi salah satu kekhawatiran utama yang mendorong daya tarik emas.
Pandangan serupa juga datang dari Goldman Sachs yang menyarankan agar diversifikasi investasi ke emas kini tidak lagi terbatas pada investor institusional, tetapi juga menjangkau sektor swasta. Mereka melihat emas sebagai instrumen yang stabil di tengah volatilitas pasar saham, menjadikannya pilihan menarik bagi berbagai kalangan investor. Sementara itu, Morgan Stanley menunjukkan pergeseran paradigma investasi bahwa emas kini menjadi komponen strategis dalam portofolio, bukan hanya sekadar lindung nilai semata.
Kenaikan harga emas yang diprediksi ini tidak terlepas dari beberapa faktor pendorong utama. Ketidakpastian geopolitik global, tekanan inflasi yang persisten, serta kebijakan moneter bank sentral dunia, khususnya Federal Reserve (The Fed) di Amerika Serikat, menjadi katalis kuat. Emas secara historis selalu menjadi aset pilihan saat ekonomi goyah, berfungsi sebagai safe haven yang menjaga nilai kekayaan.
Bagi investor yang tertarik memanfaatkan potensi kenaikan harga emas ini, para ahli merekomendasikan beberapa strategi investasi yang dapat diterapkan. Salah satu pendekatan yang paling sering disarankan, terutama untuk pemula, adalah strategi investasi bertahap atau *Dollar-Cost Averaging*. Strategi ini melibatkan pembelian emas secara rutin dan bertahap setiap bulan, membantu investor menghindari risiko membeli pada harga tertinggi dalam satu waktu dan merata-ratakan harga beli seiring waktu, seperti dilansir Kumparan Bisnis.
Diversifikasi portofolio menjadi kunci lain. Emas, dengan karakteristiknya sebagai aset *safe haven*, dapat membantu menyeimbangkan risiko keseluruhan investasi, terutama saat pasar saham mengalami gejolak. Menempatkan sebagian aset dalam emas dapat mengurangi volatilitas portofolio secara keseluruhan. Penting juga bagi investor untuk menentukan tujuan dan jangka waktu investasi yang jelas. Emas cenderung lebih cocok untuk investasi jangka panjang, di mana potensi kenaikan harganya dapat terwujud secara optimal, mendukung tujuan keuangan seperti dana pensiun atau pendidikan.
Investor juga memiliki pilihan dalam jenis emas yang akan diinvestasikan. Emas fisik dalam bentuk batangan atau perhiasan menawarkan keamanan fisik dan kepemilikan langsung, sementara emas digital melalui platform investasi emas online, sertifikat emas, atau *bullion bank* menawarkan kemudahan transaksi dan likuiditas yang lebih tinggi. Setiap pilihan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, dan keputusan harus disesuaikan dengan preferensi dan profil risiko investor.
Namun, para ahli juga memberikan peringatan penting. Investasi emas harus dilakukan dengan dana yang memang dialokasikan untuk investasi jangka panjang, bukan dari utang atau dana darurat. Hindari mengambil risiko keuangan yang tidak perlu. Selain itu, memantau indikator ekonomi global secara berkala sangat krusial. Harga emas sangat peka terhadap sentimen pasar, data inflasi, perubahan suku bunga, dan perkembangan geopolitik. Pemahaman terhadap faktor-faktor ini akan membantu investor membuat keputusan yang lebih tepat dan strategis.
Prediksi harga emas yang mencapai US$10.000 memang bersifat spekulatif dan sangat dipengaruhi oleh dinamika pasar yang kompleks. Oleh karena itu, investor disarankan untuk melakukan riset mendalam, memahami risiko yang ada, atau berkonsultasi dengan penasihat keuangan profesional sebelum mengambil keputusan investasi. Langkah-langkah ini penting untuk memastikan strategi investasi sejalan dengan tujuan keuangan pribadi dan toleransi risiko.
