Momen Spontan Menteri Pigai: Kelakar Gerindra di Tengah Rapat DPR

6 Min Read

ap – Senin (15/9) menjadi hari yang tak terlupakan di ruang rapat Komisi XIII DPR. Sebuah momen spontanitas memecah keheningan agenda legislatif yang formal. Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, melontarkan sebuah kelakar yang cukup mengejutkan para hadirin.

Dengan nada santai namun penuh percaya diri, Pigai terang-terangan mengaku sebagai kader dari Partai Gerindra. Pernyataan ini sontak menarik perhatian. Ini terjadi di hadapan para wakil rakyat yang hadir untuk membahas isu-isu penting negara.

Peristiwa unik ini bergulir ketika Pigai sedang menyampaikan sapaan. Ia menyapa dua sosok pimpinan Komisi XIII yang bertindak sebagai moderator rapat. Keduanya adalah figur penting di kancah politik nasional.

Yang pertama adalah Ibu Hj. Dewi Asmara. Beliau merupakan Wakil Ketua Komisi XIII dari Fraksi Partai Golkar. Sosoknya dikenal sebagai representasi daerah Jawa Barat IV. Ia mendampingi jalannya rapat dengan penuh wibawa.

Di samping Ibu Dewi, ada pula Bapak Sugiat Santoso. Beliau adalah pimpinan rapat yang mewakili Fraksi Partai Gerindra. Keduanya memimpin jalannya diskusi serius yang melibatkan kementerian.

Pigai memulai sapaannya dengan apik. Ia menyebut nama Ibu Dewi Asmara dengan benar. Lokasi fraksi dan daerah pemilihannya pun tidak luput dari perhatian Pigai. “Yang saya hormati, Ibu Hj. Dewi Asmara, Wakil ketua Komisi XIII Fraksi Partai Golkar Jawa Barat IV,” ujarnya.

Ia bahkan sempat berkelakar tentang ingatannya yang kuat. “Saya sebenarnya hafal Bu, jadi bukan baca,” lanjut Pigai. Ini menunjukkan sisi humoris dari seorang menteri yang biasanya identik dengan keseriusan.

Namun, sedikit kekeliruan terjadi saat ia menyapa Bapak Sugiat Santoso. Pigai sempat salah menyebutkan partai asal Sugiat. Ia mengidentifikasi Sugiat sebagai perwakilan dari Golkar.

“Yang saya hormati dan saya muliakan Pak Sugiat Santoso Fraksi Golkar,” kata Pigai, yang kemudian menyadari kesalahannya. Sebuah jeda singkat mungkin terjadi di antara hadirin.

Tanpa menunggu lama, Pigai buru-buru mengklarifikasi ucapannya. Ia adalah seorang pejabat publik yang sigap. Koreksi ini dilakukan dengan segera untuk meluruskan informasi yang keliru.

Pernyataan yang lebih mengejutkan kemudian keluar dari mulut Pigai. Ia bukan hanya mengklarifikasi partai Sugiat. Lebih jauh, ia mengaku memiliki kedekatan dengan Gerindra. “Gerindra!” serunya, membenarkan.

Kemudian, ia membuat pengakuan yang membuat hadirin tersenyum. “Saya juga Gerindra, tapi tidak punya KTA,” ujar Pigai, merujuk pada Kartu Tanda Anggota partai. Ini adalah sebuah pernyataan jujur yang jarang terdengar.

Alasan di balik pengakuan ini cukup logis. Pigai menjelaskan bahwa ia menjadi menteri karena ditunjuk oleh Presiden. Penunjukan tersebut, menurutnya, erat kaitannya dengan peran Gerindra. “Ya kan saya dipilih oleh Gerindra, jadi menteri, kan boleh dong?” tanyanya.

Pernyataan ini menunjukkan bahwa ia merasa memiliki ikatan. Ikatan batin atau politis dengan partai tersebut. Meskipun secara formal, ia tidak terdaftar sebagai anggota. Kejujuran menjadi nilai utama yang ingin ia sampaikan.

“Jujur kan boleh, Pak. Asal jangan sembunyiin diri, identitas,” tegas Pigai. Kalimat ini mencerminkan karakter Pigai yang terbuka dan transparan. Ia tidak ragu mengungkapkan pandangannya di muka umum.

Ia bahkan menyebut Sugiat Santoso sebagai saudaranya. “Pak Sugiat saudara saya,” ucapnya. Ini menunjukkan hubungan yang baik dan hangat. Hubungan personal yang melampaui sekat-sekat partai politik.

Momen kelakar ini tidak hanya sekadar gurauan. Ia juga menjadi pembuka untuk pesan yang lebih serius dari Pigai. Pesan mengenai rasa hormatnya yang mendalam terhadap parlemen. Sebuah institusi kunci dalam demokrasi.

Pada kesempatan yang sama, Pigai menegaskan komitmennya. Komitmen terhadap lembaga legislatif. Baginya, parlemen memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Ia memandang parlemen sebagai pusat kekuasaan negara.

“Saya memahami summa potestas, sive summum, imperium dominium,” kata Pigai, mengutip frasa Latin. Frasa ini berarti kekuasaan tertinggi, atau kedaulatan tertinggi. Sebuah penegasan atas posisi vital DPR.

Menurut Pigai, pusat kekuasaan negara ada di parlemen. Oleh karena itu, ia merasa wajib untuk menghormati lembaga ini. Penghormatan ini ia tunjukkan melalui kehadirannya yang tanpa tawar-menawar.

Ia baru saja pulang dari Bali. Kunjungannya ke Bali adalah untuk melihat korban-korban bencana. Sebuah perjalanan yang tentu menguras tenaga dan emosi. Namun, ia tak langsung pulang beristirahat.

“Dari bandara langsung menuju ke sini,” ungkapnya. Perjalanan langsung ini menunjukkan dedikasi luar biasa. Komitmennya untuk memenuhi undangan rapat di DPR. Ia mengesampingkan kepentingan pribadinya.

Ia juga membandingkan dirinya dengan pejabat lain. Pejabat yang mungkin memilih untuk pulang dan beristirahat. Khususnya setelah melakukan perjalanan dinas yang melelahkan seperti yang baru ia alami.

“Kalau yang lain mungkin pulang, ya,” imbuhnya dengan nada menyiratkan perbedaan. Ini adalah cara Pigai menekankan tingkat profesionalisme. Serta prioritas yang ia berikan pada tugas kenegaraan.

Pigai seharusnya dijadwalkan hadir bersama Mensesneg Prasetyo Hadi. Namun, Mensesneg berhalangan. Ia diwakilkan oleh Wamensesneg Juri Ardiantoro. Hal ini menjadikan Pigai satu-satunya menteri yang hadir langsung.

Kehadirannya menjadi simbol kuat. Simbol dari penghargaan Kementerian HAM terhadap Komisi XIII. Ia memastikan representasi langsung dari kementeriannya. Ia hadir secara fisik dan penuh perhatian.

“Itu artinya Kementerian HAM sangat benar-benar menghormati Komisi XIII,” kata Pigai, mengakhiri pesannya. Ia bahkan mengajak hadirin untuk memberikan apresiasi. “Boleh tepuk tangan dong,” ujarnya, disambut tepuk tangan dari anggota dewan.

Momen ini tidak hanya menampilkan sisi humoris Pigai. Lebih dari itu, ia menunjukkan karakternya yang jujur dan berdedikasi. Seorang menteri yang memahami betul arti dan pentingnya lembaga perwakilan rakyat. Kisah ini menjadi catatan menarik dalam dinamika hubungan eksekutif dan legislatif.

Share This Article