Oknum Guru Cabul Bekasi Ditangkap, Korban Trauma Berat

6 Min Read

ap – Kota Bekasi dikejutkan oleh berita mengerikan. Seorang oknum guru berinisial JP, 59 tahun, telah ditangkap. Ia diduga kuat melakukan pelecehan seksual terhadap siswi SMP negeri di wilayah Bekasi Barat.

Kasus ini sontak memicu gelombang kemarahan publik. Berawal dari sebuah video yang viral di media sosial. Video tersebut menarasikan aksi bejat sang guru.

Reaksi tak terduga datang dari para alumni SMPN tersebut. Mereka tak tinggal diam menyaksikan ketidakadilan. Gerakan protes pun segera digalang.

Pada Senin, 25 Agustus, ratusan alumni berkumpul. Mereka mendatangi gedung sekolah. Tuntutan mereka jelas dan tegas.

Para demonstran menuntut agar oknum guru olahraga itu dipecat secepatnya. Mereka juga mendesak pihak sekolah untuk mengambil tindakan tegas. Tanpa kompromi.

Narasi viral itu menjadi pemicu utama. Masyarakat tergerak untuk menyuarakan keadilan. Terutama bagi korban yang masih belia.

Polisi pun bergerak cepat menanggapi laporan. Kasus dugaan pelecehan ini segera diusut tuntas. Langkah hukum diambil tanpa penundaan.

AKBP Binsar Hatorangan Sianturi, Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota, mengonfirmasi penangkapan JP. “Pelaku sudah kita tangkap,” ujarnya pada Selasa, 26 Agustus.

Penangkapan berlangsung pada Selasa siang. Ini menjadi titik terang awal. Bagi kasus yang mengguncang dunia pendidikan di Bekasi.

Setelah penangkapan, JP langsung menjalani pemeriksaan intensif. Polisi berupaya menggali semua informasi. Dari keterangan pelaku hingga bukti-bukti lain.

Setiap detail dianggap penting. Guna membangun konstruksi kasus yang kuat. Dan memastikan keadilan dapat ditegakkan.

Warga Bekasi mengapresiasi respons cepat aparat. Harapan besar kini tertumpu pada proses hukum. Agar pelaku mendapat ganjaran setimpal.

Penyelidikan mendalam akhirnya mengungkap detail yang lebih menyakitkan. Pelecehan seksual ini tidak hanya terjadi sekali. Melainkan berulang kali.

Polisi membeberkan tempat kejadian. Aksi bejat JP dilakukan di ruang OSIS. Sebuah ruangan yang seharusnya menjadi tempat aman dan inspiratif bagi siswa.

Saat kejadian, korban sedang mengerjakan tugas. Ia menggunakan komputer di ruangan tersebut. Momen inilah yang dimanfaatkan JP.

AKBP Binsar menjelaskan kronologi perbuatan pelaku. “Terlapor telah meraba-raba payudara dan kemaluan korban,” ucapnya pada Rabu, 27 Agustus.

Perbuatan ini dilakukan tanpa sepengetahuan orang lain. Membuat korban merasa tertekan dan tidak berdaya. Dalam situasi yang sangat rentan.

Terungkapnya kasus ini bermula dari informasi. Orang tua dari teman korban mendengar cerita tersebut. Lalu disampaikan kepada orang tua korban.

Mereka pun segera mengkonfirmasi kepada putrinya. Dengan hati-hati dan penuh perhatian. Kebenaran pahit itu akhirnya terkuak.

Orang tua korban, yang syok mendengar pengakuan anaknya, tak buang waktu. Mereka langsung melapor ke polisi. Demi melindungi sang buah hati.

Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombes Kusumo Wahyu Bintoro, menambahkan fakta krusial. “Pelaku telah melakukan perbuatan cabul sebanyak tiga kali,” katanya.

Artinya, ini bukan insiden tunggal atau kesalahan sesaat. Melainkan serangkaian tindakan predatoris. Yang dilakukan secara sengaja oleh seorang pendidik.

Pelecehan terakhir tercatat pada Kamis, 14 Agustus. Lagi-lagi di ruang OSIS yang sama. Tempat di mana korban seharusnya merasa nyaman.

JP diketahui merupakan pembina OSIS di sekolah tersebut. Jabatan ini memberikan akses dan kesempatan. Yang justru disalahgunakan untuk kejahatan.

Akibat aksi bejat JP, korban mengalami trauma mendalam. Dampak psikologisnya sangat serius dan merusak. Masa depan korban terancam.

“Membuat timbulnya efek negatif pada psikis korban,” tutur Kombes Kusumo. Kondisi ini membuat korban kehilangan semangat belajar.

Lebih parah lagi, berdasarkan keterangan korban, dampak perbuatan tersebut mendorongnya pada pikiran gelap. “Korban merasa ingin melukai diri sendiri,” ungkapnya.

Ini adalah tanda bahaya serius. Menggambarkan betapa hancurnya mental seorang anak. Akibat ulah keji seorang guru.

Pemerintah dan lembaga terkait harus segera bertindak. Memberikan pendampingan psikologis intensif bagi korban. Membantu proses pemulihan.

Setelah melalui proses penyelidikan, oknum guru JP resmi ditetapkan sebagai tersangka. Bukti-bukti yang cukup telah dikumpulkan penyidik.

“Berdasarkan alat bukti yang cukup, terhadap perbuatan pelaku dapat dikenakan tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur,” tegas Kombes Kusumo.

JP disangkakan melanggar Pasal 82 UU RI Nomor 17 Tahun 2016. Undang-undang ini mengatur perlindungan anak dari tindak pidana seksual.

Ancaman hukuman yang menanti JP tidak ringan. Pelaku terancam pidana penjara paling lama 15 tahun. Ini adalah konsekuensi dari perbuatan kejinya.

Penetapan tersangka ini menjadi harapan baru. Bagi korban dan keluarganya. Bahwa keadilan akan segera berpihak pada mereka.

Hukuman berat diharapkan dapat memberikan efek jera. Sekaligus menjadi peringatan keras. Bagi pelaku kejahatan serupa lainnya.

Masyarakat menuntut agar proses hukum berjalan transparan. Dan pelaku dihukum seberat-beratnya. Demi rasa keadilan sosial.

Kasus ini menjadi cerminan pahit. Bahwa ancaman bisa datang dari mana saja. Bahkan dari figur yang seharusnya melindungi.

Pentingnya peran aktif orang tua dan sekolah menjadi sorotan. Dalam menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan.

Setiap laporan harus ditanggapi serius. Jangan ada lagi kasus yang luput. Demi masa depan anak-anak Indonesia yang lebih cerah.

Pelecehan seksual adalah kejahatan keji yang merusak generasi. Tidak ada tempat bagi pelakunya di masyarakat. Keadilan harus ditegakkan tanpa kompromi.

Setiap anak berhak atas perlindungan. Dan setiap predator harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Hingga tuntas di mata hukum.

Share This Article