Permintaan Maaf Tersangka Penabrak Mahasiswa UGM di Tengah Sidang Dramatis

6 Min Read

ap – Ruang sidang Pengadilan Negeri Sleman hening. Semua mata tertuju pada Christiano Pengarapenta Pengidahen Tarigan. Pemuda 21 tahun itu tiba-tiba beranjak dari kursinya. Ia kemudian berlutut.

Terdakwa kasus kecelakaan lalu lintas fatal itu menghadap Meiliana. Wanita paruh baya itu adalah ibunda Argo Ericko Achfandi. Argo adalah mahasiswa Fakultas Hukum UGM yang tewas tertabrak mobil BMW Christiano.

Adegan dramatis itu berlangsung pada Selasa, 23 September. Meiliana hadir sebagai saksi kunci. Sidang kali ini beragenda pemeriksaan para saksi. Jaksa penuntut umum menghadirkan Meiliana ke muka persidangan.

Christiano membungkuk, kepalanya merunduk. Di hadapan ibu korban, ia menyampaikan penyesalan mendalam. Sebuah permintaan maaf tulus meluncur dari bibirnya. Ini menjadi momen emosional yang menyentuh hati.

Hakim Ketua Irma Wahyuningsih, yang memimpin persidangan, langsung merespons. Ia menanyakan langsung kepada Meiliana. “Apakah Ibu bersedia memaafkan terdakwa?” tanya hakim.

Meiliana menarik napas dalam. Air mata menggenang di pelupuk matanya. Ia menyeka tetesan yang mulai mengalir di pipi. Dengan suara bergetar, Meiliana memberikan jawaban.

“Secara manusia saya memaafkan,” ujar Meiliana. Kalimat itu penuh makna. Meski memaafkan, luka kehilangan putranya masih sangat mendalam. Tak ada yang bisa menggantikan posisi Argo.

Dalam kesaksiannya, Meiliana bercerita panjang. Ia mengisahkan saat-saat kelam. Momen ketika ia menerima kabar kecelakaan tragis itu. Sebuah pukulan telak yang meruntuhkan dunianya.

Ia juga membagikan kisah hidupnya. Bagaimana ia harus berjuang membesarkan kedua anaknya. Termasuk Argo. Semua dilakukan tanpa kehadiran seorang suami. Ia adalah tulang punggung keluarga.

Meiliana juga mengungkapkan fakta lain. Sebelumnya, ia sempat menolak. Beberapa kali ia menolak bertemu keluarga Christiano. Mereka ingin meminta maaf secara langsung.

Alasannya sederhana namun pedih. Meiliana mengaku belum sanggup. Emosi kesedihan dan kehilangan masih menguasai. Hatinya terlalu sakit untuk menghadapi pertemuan tersebut.

Keluarga Christiano pernah datang. Mereka menyampaikan permintaan maaf. Namun, mereka hanya bisa bertemu perwakilan keluarga saksi. Meiliana masih terlalu terpukul.

Peristiwa nahas itu terjadi pada Mei 2025. Sebuah tanggal yang akan selalu teringat. Di Jalan Palagan Tentara Pelajar, Ngaglik, Sleman. Sebuah malam yang mengubah banyak kehidupan.

Christiano, mahasiswa FEB UGM, mengemudikan BMW-nya. Mobil melaju dari selatan menuju utara. Kecepatannya diperkirakan 70 km/jam. Sebuah angka yang jauh melampaui batas.

Jaksa penuntut umum membeberkan dakwaan. Christiano mencoba mendahului sepeda motor. Sebuah Honda Vario dengan nomor polisi B 3373 PCG. Sepeda motor itu dikendarai oleh Argo.

Ia mendahului dari sebelah kanan. Bahkan, melampaui garis marka jalan. Dengan kecepatan tinggi, mobil melesat. Sebuah manuver yang sangat berbahaya.

Namun, di saat bersamaan, Argo bermaksud putar balik. Ia ingin berbelok ke arah kanan. Niatnya adalah memutar arah laju. Sebuah keputusan fatal di waktu yang salah.

Jarak antara kedua kendaraan sudah terlalu dekat. Benturan keras tak dapat dihindari. Dua kendaraan bertabrakan dengan dahsyat. Suara dentuman memecah keheningan malam.

Jaksa menjelaskan detailnya. Argo langsung terjatuh dari sepeda motornya. Tubuhnya terhempas ke aspal. Sepeda motornya terpental jauh. Bahkan menabrak mobil lain yang melintas.

Akibat kecelakaan itu, Argo mengalami luka parah. Luka berat di kepala. Bibir atas sobek. Paha kiri memar parah. Tangan kirinya juga mengalami lecet-lecet.

Luka-luka itu berujung fatal. Argo dinyatakan meninggal dunia. Kehilangan nyawa seorang pemuda berprestasi. Masa depannya terenggut secara tragis.

Penyelidikan mendalam mengungkapkan fakta lain. Christiano tidak menggunakan kacamata saat mengemudi. Padahal, ia memiliki mata silinder. Kondisi ini mengganggu penglihatan.

“Bahwa saudara Christiano […] tidak menggunakan kacamata,” papar jaksa. Ini adalah pelanggaran serius. Kekurangan penglihatan tentu mempengaruhi konsentrasi. Terutama saat berkendara di malam hari.

Jaksa juga menekankan. Terdakwa mengemudi melampaui batas kecepatan. Di lokasi kejadian, batas kecepatan hanya 40 km/jam. Christiano melaju jauh di atas itu, 70 km/jam.

Namun, ada satu hal yang patut dicatat. Hasil cek laboratorium menunjukkan. Tidak ditemukan kandungan alkohol. Juga tidak ada narkoba dalam tubuh Christiano. Ini menunjukkan kesadaran penuh saat mengemudi.

Jaksa Penuntut Umum mendakwa Christiano. Ia dianggap melanggar Undang-undang Lalu Lintas Jalan. Ini adalah undang-undang yang mengatur keselamatan berlalu lintas.

Pada dakwaan kesatu, perbuatannya memenuhi Pasal 310 ayat (4). Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ). Pasal ini terkait kelalaian yang menyebabkan kematian.

Atau Pasal 311 ayat (5) UU Nomor 22 Tahun 2009. Ini adalah dakwaan kedua. Pasal ini lebih mengarah pada tindakan sengaja yang membahayakan. Meskipun tanpa niat langsung mencelakakan.

Kasus ini menjadi sorotan. Mengingatkan kembali pentingnya kehati-hatian. Keselamatan di jalan raya adalah tanggung jawab bersama. Satu kelalaian kecil bisa berakibat fatal.

Sidang ini adalah bagian dari proses. Pencarian keadilan bagi keluarga korban. Juga menjadi pelajaran berharga. Bagi semua pengguna jalan. Bahaya di balik kemudi tak pernah bisa diremehkan.

Memaafkan bukan berarti melupakan. Itu yang tersirat dari Meiliana. Namun, proses hukum harus tetap berjalan. Demi tegaknya keadilan dan efek jera.

Momen berlututnya Christiano menjadi simbol. Sebuah pengakuan atas kesalahan. Sebuah harapan untuk keringanan hukuman. Namun, itu tidak akan mengembalikan Argo.

Share This Article