Polemik Media: Trump Serukan Pencabutan Lisensi TV Pasca-Penangguhan Jimmy Kimmel

5 Min Read

ap – Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali memicu badai kontroversi. Ia menyerukan agar lisensi sejumlah jaringan televisi “dicabut.” Komentar ini muncul setelah ABC menangguhkan acara Jimmy Kimmel Live! tanpa batas waktu.

Penangguhan ini menyusul pernyataan sang komedian yang dianggap menyesatkan. Kimmel diduga mengaitkan pelaku penembakan aktivis konservatif Charlie Kirk sebagai “Maga Republican.” Padahal, pihak berwenang Utah menyatakan pelaku terpapar ideologi sayap kiri.

Keputusan ABC, yang dimiliki Disney, bukan tanpa tekanan. Komisi Komunikasi Federal (FCC) sebelumnya telah mengancam tindakan keras. Ancamam tersebut datang setelah komentar kontroversial Kimmel tersiar.

Trump menyambut baik langkah ABC. Ia menyebutnya sebagai “kabar baik bagi Amerika.” Namun, ia tak berhenti di situ.

Sang presiden juga mengungkit dugaan bias media. Ia menyoroti pemberitaan yang 97% negatif terhadap dirinya. “Mereka tetap mendapat lisensi, mungkin lisensi itu seharusnya dicabut,” kata Trump.

Pernyataannya dilontarkan saat berbicara dengan wartawan di Air Force One. Momen itu terjadi sepulang dari kunjungan kenegaraan di Inggris. Ini menggarisbawahi ketegangan antara Gedung Putih dan media.

Sebelum keputusan ABC, beberapa stasiun afiliasi lokal sudah bergerak. Nexstar Media dan Sinclair, misalnya, telah mengumumkan penghentian penayangan Jimmy Kimmel Live!

Mereka menuntut permohonan maaf dari Kimmel kepada keluarga Kirk. Tuntutan lain adalah donasi kepada Turning Point USA. Organisasi ini didirikan oleh Charlie Kirk.

Ketua FCC, Brendan Carr, mendukung penuh langkah penangguhan Kimmel. Ia menegaskan ini “bukanlah akhir dari langkah pengawasan.” Carr juga memuji keberanian Nexstar Media.

Nexstar adalah salah satu pemilik stasiun TV terbesar di AS. Mereka memutuskan tidak menayangkan acara Kimmel. Nexstar tengah mengajukan merger senilai US$6,2 miliar dengan Tegna. Mereka menyebut komentar Kimmel “tidak pantas dan ofensif.”

Carr menambahkan, Sinclair memiliki “hak penuh” untuk menuntut permintaan maaf. Hak itu juga berlaku untuk donasi “berarti” dari Jimmy Kimmel. Ini menunjukkan dukungan regulator terhadap tindakan stasiun TV afiliasi.

Keputusan ini memicu perdebatan sengit di seluruh spektrum politik. Mantan Presiden AS Barack Obama mengecam langkah pemerintah Trump.

Obama menyebutnya sebagai bentuk baru dari “cancel culture” yang berbahaya. Ia menuduh adanya “pemaksaan pemerintah” terkait penarikan acara Kimmel.

Menurutnya, ancaman regulasi terhadap media adalah pelanggaran serius. Terutama jika hanya karena tidak sejalan dengan pemerintah. Ini merupakan serangan terhadap kebebasan pers yang fundamental.

Dukungan untuk Jimmy Kimmel mengalir deras. Aktor Ben Stiller dan Jean Smart menunjukkan solidaritas mereka. Serikat pekerja Hollywood, seperti Writers Guild of America dan Screen Actors Guild, juga membela Kimmel.

Namun, tak sedikit pula yang menilai penangguhan itu sebagai bentuk akuntabilitas. Mereka menolak anggapan sebagai sensor atau “cancel culture.”

Pendiri Barstool Sports, Dave Portnoy, menegaskan. “Ini bukan cancel culture. Ini konsekuensi dari ucapan yang dianggap menyinggung,” katanya.

Pembawa acara Fox, Greg Gutfeld, turut menyuarakan kritiknya. Jurnalis Piers Morgan juga senada. Keduanya menuduh Kimmel sengaja menyesatkan publik. Mereka mengaitkan pelaku ke gerakan pendukung Trump tanpa bukti.

Kontroversi ini menambah ketegangan di tengah suasana politik AS yang kian panas. Suasana ini terjadi menjelang pemilu berikutnya. Debat mengenai kebebasan pers dan akuntabilitas media semakin memanas.

Di dalam FCC sendiri, muncul perpecahan. Komisaris Anna Gomez mengingatkan sebuah poin penting. Ia menyatakan, “tindak kekerasan politik oleh individu bermasalah tidak boleh dijadikan alasan untuk membenarkan sensor yang lebih luas.”

Hal ini menegaskan kompleksitas isu yang dihadapi. Antara menjaga standar etika media dan melindungi kebebasan berekspresi. Kasus Kimmel menjadi cermin perdebatan sengit di Amerika Serikat.

Perdebatan ini mencakup peran media, kebebasan berbicara, dan batas campur tangan pemerintah. Khususnya dalam menghadapi polarisasi politik yang semakin tajam. Dampak jangka panjangnya masih terus menjadi pertanyaan.

Bagaimana regulasi media akan berkembang ke depan? Ini akan menjadi penentu penting. Terutama dalam lanskap politik Amerika yang terus bergejolak. Seluruh mata kini tertuju pada dinamika ini.

Insiden ini menunjukkan rapuhnya garis antara kritik dan sensor. Antara tanggung jawab dan pengekangan. Dan juga bagaimana setiap pernyataan publik dapat memicu reaksi berantai yang signifikan.

Kimmel, ABC, Trump, dan FCC kini berada di persimpangan jalan. Mereka harus menavigasi klaim yang bersaing. Baik dari pendukung kebebasan pers maupun mereka yang menuntut akuntabilitas yang lebih besar. Ini adalah pertarungan untuk narasi. Pertarungan untuk kendali atas media. Dan pertarungan untuk definisi keadilan di ruang publik.

Share This Article