ap – Di tengah situasi sulit merealisasikan berbagai kebijakan, pemerintah Indonesia ternyata punya sejarah panjang dalam menggalang dana publik. Salah satunya terjadi pada era awal kemerdekaan, tepatnya tahun 1945.
Saat itu, Indonesia yang baru berdiri membutuhkan dana besar untuk memperkuat kedaulatan dan menjalankan pemerintahan. Pemerintah pun memperkenalkan Fonds Kemerdekaan Indonesia, sebuah program penggalangan dana dari masyarakat yang mirip dengan skema donasi publik masa kini.
Fonds Kemerdekaan Indonesia, yang dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta dan R. Soeharto sebagai bendahara, menjadi satu-satunya sumber pembiayaan negara dan perjuangan Indonesia saat itu.
Masyarakat dari berbagai daerah pun tergerak untuk membantu pemerintah. Majalah Pantja Raja (15 Desember 1945) melaporkan kisah seorang perempuan di Jakarta yang menyumbangkan 30 gulden berlumuran darah, darah suaminya yang gugur ditembak tentara Belanda, beserta sepucuk surat dukungan penuh terhadap kemerdekaan Indonesia.
Harian Kedaulatan Rakjat (24 Desember 1945) mencatat, penggalangan dana di Yogyakarta berhasil mengumpulkan sekitar 4 juta gulden. Di Banyumas, pengusaha Tionghoa menyumbangkan 400 ribu gulden. Masyarakat Pati menyerahkan emas dan berlian senilai sekitar 2.000 gulden kepada Fonds Perjuangan, seperti yang terungkap dalam buku Dunia Revolusi: Perspektif dan Dinamika Lokal pada Masa Perang Kemerdekaan Indonesia, 1945-1949 (2023).
Di Palembang, tokoh militer A.K. Gani menerima sumbangan ribuan gulden dari masyarakat, seperti yang disebutkan dalam buku Kepialangan, Politik, dan Revolusi: Palembang, 1900-1950 (2003). Bahkan, pada tahun 1947, pengusaha Aceh berhasil mengumpulkan 50 kilogram emas untuk mendukung perjuangan kemerdekaan.
Dana dari masyarakat ditampung oleh Fonds Kemerdekaan Indonesia dan digunakan untuk menunjang roda pemerintahan, keperluan perang, dan bantuan sosial. Sumbangan dari rakyat Aceh digunakan untuk membeli pesawat. Dua pesawat hasil sumbangan emas rakyat Aceh digunakan oleh Soekarno dan para pejabat tinggi negara untuk mengunjungi daerah dan berdiplomasi ke negara lain. Kini, pesawat tersebut sudah dimuseumkan di Taman Mini Indonesia Indonesia.
Operasional Fonds Kemerdekaan Indonesia berakhir pada 1949 seiring berhentinya Perang Revolusi Indonesia dan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda.
Cara serupa pernah dilakukan pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia. Surat kabar Asia Raya (3 Februari 1945) memberitakan pemerintah Jepang memperkenalkan Fonds Perang dan Kemerdekaan sebagai bagian dari janji kemerdekaan bagi Indonesia.
Masyarakat Indonesia saat itu berbondong-bondong menyumbangkan uang, emas, dan berbagai perhiasan kepada pemerintah Jepang. Sebagian besar dana yang terkumpul digunakan untuk mendukung proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sisa dana sebesar dua juta gulden digunakan untuk membiayai berbagai keperluan negara pada masa awal kemerdekaan.
Sebelumnya, sekitar tahun 1948, rakyat Aceh menyumbangkan 20 Kg emas untuk membeli pesawat pertama Republik Indonesia, yaitu Dakota RI-001 (Seulawah R-001). Ini sebagai bentuk dukungan terhadap perjuangan kemerdekaan dan upaya memiliki armada pesawat sendiri.
CNBC Insight menyajikan ulasan sejarah untuk menjelaskan kondisi masa kini lewat relevansinya di masa lalu dan menghadirkan nilai-nilai kehidupan dari masa lampau yang masih bisa dijadikan pelajaran di hari ini.
