ap – Polda Metro Jaya bertindak cepat mencegah ratusan pelajar yang berbondong-bondong menuju demonstrasi di depan Gedung DPR RI. Peristiwa ini terjadi pada hari Kamis, 28 Agustus 2025.
Para pelajar tersebut berasal dari berbagai daerah. Mereka nekat datang ke Jakarta dengan satu tujuan.
Tujuan mereka adalah bergabung dalam gelombang unjuk rasa besar yang digagas oleh serikat pekerja. Informasi ajakan mereka dapatkan dari media sosial.
Hingga pukul 08.30 WIB, total 120 siswa telah diamankan. Mereka dihentikan sebelum mencapai titik aksi.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengonfirmasi hal tersebut. Ia menjelaskan alasan di balik pencegahan ini.
“Dilaporkan sampai dengan pukul 08.30 WIB telah diamankan pelajar yang akan menuju DPR 120 siswa,” kata Kombes Ade Ary kepada wartawan.
Puluhan pelajar diamankan di Kabupaten Bekasi. Tercatat 48 siswa berasal dari Bekasi, Indramayu, dan Cirebon.
Mereka menyisir jalur-jalur menuju ibu kota. Penjagaan ketat aparat berhasil membendung pergerakan.
Di Tangerang Kota, ada 11 siswa yang dicegah. Mereka juga memiliki niat yang sama.
Lalu lintas di Bekasi Kota turut menjadi fokus. Sebanyak 29 siswa dari Cirebon dan Purwakarta berhasil diamankan.
Petugas di Depok menghentikan tujuh pelajar. Mereka juga diidentifikasi hendak ke DPR.
Bahkan di Jakarta Pusat, 25 siswa tertahan. Mereka semua merupakan bagian dari rencana aksi tersebut.
“Kenapa 120 pelajar ini dicegah, karena mereka mau bergerak ke sini ke Gedung DPR/MPR RI untuk ikut melaksanakan aksi penyampaian pendapat dalam bentuk unjuk rasa, dalam bentuk demonstrasi,” jelas Ade Ary.
Interogasi awal mengungkap modus para pelajar. Mereka tergiur ajakan di media sosial.
Provokasi daring menjadi pemicu utama. Para siswa kemudian bolos sekolah.
Sebagian besar masih mengenakan seragam sekolah. Mereka berangkat tanpa sepengetahuan orang tua.
“Mereka sebagian berseragam, tidak izin orang tuanya, bolos dan ini jam pelajaran,” ujar Ade Ary. Situasi ini memunculkan keprihatinan.
Pihak kepolisian menyoroti bahaya penggunaan media sosial. Terutama bagi anak di bawah umur yang rentan terpengaruh.
“Ini menjadi keprihatinan dan perhatian kita bersama,” tambahnya. Edukasi tentang bahaya informasi hoaks dan provokasi menjadi penting.
Aksi yang ingin diikuti para pelajar ini adalah demonstrasi buruh. Sebuah gerakan masif dengan tuntutan fundamental.
Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, memimpin agenda ini. Ia telah mengumumkan pengerahan massa secara luas.
Demo buruh pada tanggal 28 Agustus dipusatkan di depan Gedung DPR atau Istana Negara. Lokasi ini dipilih karena strategis.
Said Iqbal memprediksi sekitar 10 ribu buruh dari Jabodetabek akan berpartisipasi. Mereka akan membanjiri jalanan Jakarta.
Tidak hanya di ibu kota, aksi serupa juga serempak digelar. Puluhan ribu buruh di kota-kota industri lain akan turut serta.
Ini menunjukkan skala pergerakan yang luar biasa. Solidaritas buruh terpampang nyata di seluruh Indonesia.
Demo akbar ini diberi nama “Hostum”. Akronim dari Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah.
Hostum bukan sekadar nama. Ia adalah simbol perjuangan panjang buruh.
Para buruh membawa enam tuntutan utama. Tuntutan ini diharapkan dapat memperbaiki nasib pekerja.
Tuntutan pertama, Hapus Outsourcing dan Tolak Upah Murah. Sistem outsourcing telah lama menjadi momok bagi pekerja.
Model kerja ini kerap menciptakan ketidakpastian. Pekerja tidak memiliki jaminan karir atau kesejahteraan jangka panjang.
Mereka terancam kontrak pendek dan minimnya hak. Solidaritas antarpekerja pun menjadi rapuh.
Upah murah juga menjadi problem klasik. Dengan biaya hidup yang terus meningkat, upah minimum seringkali tidak memadai.
Ini membuat pekerja sulit memenuhi kebutuhan dasar. Daya beli mereka terkikis inflasi.
Kualitas hidup pekerja dan keluarga mereka turut terganggu. Mereka terjebak dalam lingkaran ekonomi yang sulit.
Tuntutan kedua, Stop PHK: Bentuk Satgas PHK. Ancaman pemutusan hubungan kerja selalu menghantui.
PHK dapat memporak-porandakan kehidupan keluarga. Kehilangan pekerjaan berarti kehilangan sumber penghasilan utama.
Pembentukan Satgas PHK dianggap krusial. Satgas ini diharapkan menjadi jembatan dialog.
Mereka dapat mencari solusi alternatif selain PHK. Memastikan hak-hak pekerja yang di-PHK terpenuhi.
Tuntutan ketiga adalah Reformasi Pajak Perburuhan. Para buruh menginginkan sistem pajak yang lebih berpihak.
Mereka menuntut kenaikan Batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Angka ideal adalah Rp 7.500.000 per bulan.
Kenaikan PTKP akan meringankan beban pekerja berpenghasilan rendah. Ini akan meningkatkan pendapatan bersih mereka.
Penghapusan Pajak Pesangon juga menjadi agenda. Pesangon adalah kompensasi atas pengabdian pekerja.
Memotongnya dengan pajak dianggap mengurangi nilai penghargaan. Ini seharusnya menjadi hak penuh pekerja.
Pajak Tunjangan Hari Raya (THR) dan Jaminan Hari Tua (JHT) juga diminta dihapus. THR dan JHT adalah instrumen kesejahteraan.
Keduanya seharusnya diterima utuh oleh pekerja. Agar dapat dimanfaatkan maksimal untuk keluarga.
Selain itu, buruh menuntut penghapusan diskriminasi Pajak Perempuan Menikah. Sistem pajak saat ini dianggap tidak adil.
Diskriminasi ini membebani perempuan pekerja. Ini menjadi salah satu bentuk ketidaksetaraan gender.
Tuntutan keempat, Sahkan Rancangan Undang-undang Ketenagakerjaan tanpa Omnibus Law. Undang-undang Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan, banyak menuai protes.
Buruh menilai UU ini melemahkan perlindungan pekerja. Fleksibilitas pasar kerja berpotensi merugikan mereka.
Mereka mendesak pengesahan RUU Ketenagakerjaan yang baru. Yang benar-benar berpihak pada hak-hak buruh.
Tuntutan kelima, Sahkan RUU Perampasan Aset: Berantas Korupsi. Korupsi adalah musuh bersama.
Buruh melihat korupsi sebagai penghambat kesejahteraan. Dana negara yang seharusnya untuk rakyat malah digelapkan.
Pengesahan RUU Perampasan Aset diharapkan menjadi senjata. Untuk memiskinkan koruptor dan mengembalikan aset negara.
Tuntutan ini menunjukkan kesadaran buruh terhadap masalah makro. Bahwa kesejahteraan mereka terkait erat dengan keadilan.
Tuntutan keenam, Revisi RUU Pemilu: Redesain Sistem Pemilu 2029. Buruh juga menyuarakan perhatian pada sistem politik.
Mereka menginginkan sistem pemilu yang lebih representatif. Agar suara rakyat, termasuk buruh, lebih didengar.
Redesain sistem Pemilu 2029 menjadi kunci. Untuk menghasilkan pemimpin yang benar-benar pro-rakyat.
Said Iqbal sebelumnya telah menyampaikan poin-poin ini. Unggahannya di akun Partai Buruh pada Selasa (26/8) menjadi bukti keseriusan.
Aksi buruh ini bukan sekadar unjuk kekuatan. Ini adalah manifestasi dari harapan dan tuntutan.
Mereka menuntut keadilan ekonomi dan sosial. Untuk memastikan masa depan yang lebih baik.
Polda Metro Jaya tetap menjaga situasi. Pengamanan di titik-titik krusial akan terus ditingkatkan.
Sementara itu, para buruh tetap teguh pada pendirian mereka. Mereka berharap pemerintah dan parlemen mendengar aspirasi ini.
Gelombang “Hostum” ini menjadi peringatan keras. Bahwa masalah buruh adalah masalah kita semua.
Perjuangan untuk hak-hak dasar buruh terus berlanjut. Demi terciptanya keadilan yang sesungguhnya.
