Polemik Dana Pemda Jabar Purbaya Sebut Rugi KDM Bantah

5 Min Read

Jakarta – Polemik terkait pengelolaan dana pemerintah daerah kembali mencuat, melibatkan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM). Purbaya menyoroti adanya dana Pemda senilai triliunan rupiah yang mengendap di bank, termasuk Rp 4,1 triliun milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang menurutnya malah merugikan daerah. KDM dengan tegas membantah tudingan tersebut, menegaskan bahwa dana kas Pemprov Jabar disimpan dalam bentuk giro, bukan deposito, dan terus berputar untuk membiayai pembangunan.

Perseteruan ini bermula ketika Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa, dalam Rapat Pengendalian Inflasi tahun 2025 di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat pada Senin, 20 Oktober 2025, mengungkapkan total dana daerah yang mengendap di perbankan mencapai Rp 234 triliun secara nasional. Purbaya menyebut realisasi belanja yang lebih lambat dari seharusnya menyebabkan dana tersebut menumpuk dan tidak produktif. “Rendahnya serapan tersebut berakibat menambah simpanan uang Pemda yang nganggur di bank sampai Rp 234 triliun,” kata Purbaya, seperti dilansir Detikcom.

Dalam paparannya, Purbaya mengidentifikasi 15 pemerintah daerah dengan dana mengendap terbanyak, di mana Pemprov Jawa Barat menempati urutan kelima dengan angka Rp 4,1 triliun. Menurut Purbaya, penyimpanan dana dalam bentuk deposito atau bahkan giro tanpa perputaran yang cepat merupakan bentuk inefisiensi. Dana yang tidak dioptimalkan dapat kehilangan potensi pendapatan daerah dari bunga atau investasi, sehingga dianggap merugikan.

Menanggapi hal itu, Dedi Mulyadi segera membantah keras. Melalui berbagai kesempatan dan unggahan di media sosial, KDM menyatakan bahwa tidak ada dana Pemda Jabar sebesar Rp 4,1 triliun yang mengendap dalam bentuk deposito. “Tidak ada pengendapan atau penyimpanan uang pemerintah provinsi disimpan di dana deposito untuk diambil bunganya,” tegas Dedi, seperti dikutip dari unggahan video di Instagram pribadinya @dedimulyadi71 pada Rabu, 22 Oktober 2025, dilansir VIVA.co.id.

KDM menjelaskan bahwa berdasarkan data pelaporan keuangan Bank Indonesia (BI) per 30 September 2025, dana kas daerah Jabar tercatat sebesar Rp 3,8 triliun dalam bentuk giro. Ia menambahkan bahwa angka tersebut dinamis dan terus menurun seiring dengan realisasi belanja pembangunan. “Jadi apa yang dinyatakan bahwa uang yang ada di kas daerah hari ini adalah Rp 2,5 triliun, kemarin Rp 2,3, kemudian kemarinnya lagi Rp 2,4, itu yang benar,” ujar Dedi, merujuk pada data perputaran harian kas daerah.

KDM bahkan menantang Purbaya untuk membuka data secara spesifik mengenai daerah mana saja yang menyimpan dananya dalam bentuk deposito. Ia juga menegaskan komitmennya terhadap pengelolaan keuangan yang transparan. “Apabila ada pejabat pengelola keuangan diam-diam membuat sertifikat deposito tanpa sepengetahuan saya, saya yakinkan hari ini juga saya berhentikan,” kata KDM, dilansir Tangselpos.id, menunjukkan keseriusannya dalam mengawasi anggaran daerah.

Purbaya merespons tantangan KDM dengan lugas. Ia menyatakan bahwa data yang disampaikannya berasal dari sistem monitoring Bank Indonesia yang dihimpun dari laporan perbankan secara berkala. Purbaya mempersilakan KDM untuk memeriksa langsung ke Bank Indonesia jika ingin menelusuri data lebih lanjut. “Saya bukan pegawai Pemda Jabar. Kalau dia mau periksa, periksa aja sendiri. Itu data dari sistem monitoring BI yang dilaporkan oleh perbankan setiap hari kali ya, setiap berapa minggu sekali,” jelas Purbaya, ditemui di kantor Pusat Kemenkeu, Jakarta, Selasa (21/10/2025), seperti dilansir Detik Finance. Purbaya juga sempat berkelakar bahwa kemungkinan KDM “dikibulin” oleh anak buahnya terkait data tersebut.

Bank Indonesia sendiri telah memberikan klarifikasi terkait polemik ini. BI membenarkan bahwa data yang mereka pegang mencatat saldo dana Pemda, termasuk di Jawa Barat, dan jenis penyimpanannya (giro atau deposito) terflag secara jelas. BI hanya berfungsi sebagai pihak yang mengumpulkan dan menyajikan data dari perbankan, bukan penentu kebijakan pengelolaan dana daerah.

Lebih lanjut, KDM juga mengklarifikasi bahwa dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), seperti rumah sakit dan dinas kesehatan, yang dikelola secara mandiri di luar kas daerah, juga tidak disimpan dalam bentuk deposito. Dana tersebut dikelola sesuai peruntukannya untuk operasional dan pelayanan publik. KDM berharap polemik ini tidak menimbulkan kecurigaan publik yang berkepanjangan dan justru mendorong peningkatan efisiensi serta akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah di masa mendatang.

Share This Article