ap – Kemacetan kembali menghantui Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, pada Rabu (6/8/2025), membuat masyarakat mengelus dada. Waktu dan tenaga mereka terkuras habis di jalanan yang padat merayap. Antrean kendaraan mengular panjang, terutama di sekitar jalan layang dekat Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, mengarah ke Fatmawati dan Lebak Bulus. Sumber utama kemacetan ini adalah galian proyek yang tersebar di sejumlah titik.
Pantauan di lokasi menunjukkan kemacetan parah terjadi di depan Cibis Park. Kendaraan dari tiga arah berbeda bertemu di titik ini, hanya bisa melaju dengan kecepatan 5 kilometer per jam. Petugas proyek yang berusaha mengatur lalu lintas pun tak banyak membantu. Rambu “kurangi kecepatan” seolah menjadi ironi, karena tanpa rambu pun laju kendaraan sudah sangat lambat. Kondisi ini diperparah dengan adanya beberapa titik galian lain, seperti di dekat flyover sekitar Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, sebelum lampu merah perempatan Ragunan, dekat RS Fatmawati, dan di dekat Stasiun MRT Fatmawati. Galian-galian ini menyebabkan penyempitan jalan, memaksa kendaraan untuk bergantian melintas, yang akhirnya memicu kemacetan yang semakin menjadi-jadi.
Kemacetan di TB Simatupang bukan cerita baru, namun keberadaan galian proyek semakin memperburuk situasi. Imran (57), seorang karyawan swasta yang setiap hari melintasi jalan ini, mengaku lelah dan sering mengantuk akibat macet. Ia bahkan memilih untuk istirahat dan minum kopi di warung pinggir jalan untuk menghilangkan kantuk. “Ya memang rutinitas. Tambah macet lagi ada galian. Capek saya udah,” keluhnya. Hal senada juga diungkapkan oleh Dede (38), seorang pengemudi ojek online (ojol) yang kerap mengambil orderan di kawasan tersebut. Ia mengeluhkan waktu yang terbuang sia-sia akibat macet, yang berdampak pada penghasilannya. “Ngeluh saya, kadang kalau bawa penumpang penginnya buru-buru, sedangkan jalan macet, mau gimana lagi. Kita juga waktu kebuang, penumpang juga kebuang waktunya. Ruginya banyaklah,” ujarnya.
Kemacetan di Jalan TB Simatupang bukan hanya sekadar masalah lalu lintas, tetapi juga masalah ekonomi dan sosial. Waktu yang terbuang sia-sia di jalan dapat mengurangi produktivitas kerja, menghambat aktivitas ekonomi, dan meningkatkan stres. Selain galian proyek, faktor lain seperti penyempitan jalan dan minimnya petugas yang mengatur lalu lintas juga turut berkontribusi terhadap kemacetan ini. Pemerintah daerah perlu segera mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi masalah ini, seperti mempercepat penyelesaian proyek galian, meningkatkan jumlah petugas yang mengatur lalu lintas, dan mencari solusi alternatif untuk mengurangi volume kendaraan di Jalan TB Simatupang.
Jika kondisi ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin Jalan TB Simatupang akan menjadi mimpi buruk bagi para pengguna jalan. Istirahat di warung kopi mungkin menjadi rutinitas baru, bukan karena ingin menikmati kopi, tetapi karena lelah dan frustrasi akibat macet. Ironisnya, di tengah kemajuan teknologi dan pembangunan infrastruktur, masyarakat Jakarta masih harus bergelut dengan masalah klasik kemacetan. Sampai kapan kemacetan ini akan berakhir? Pertanyaan ini terus bergema di benak para pengguna jalan yang setiap hari harus berjuang melewati Jalan TB Simatupang. Diperlukan solusi yang komprehensif dan berkelanjutan agar Jalan TB Simatupang tidak lagi menjadi “neraka” bagi para pengendara. Kerugian dari sisi waktu yang terbuang dapat menyebabkan daya saing berkurang, dan ini adalah masalah yang harus segera diatasi. Kemacetan ini bukan hanya persoalan individu, tetapi persoalan kota yang membutuhkan solusi dari seluruh pihak terkait.
