ap – Pihak kampus Universitas Islam Bandung (Unisba) dan Universitas Pasundan (Unpas) dengan tegas membantah keras narasi yang beredar luas di media sosial. Narasi tersebut menyebutkan adanya aparat dari unsur TNI maupun Polri yang disebut-sebut merangsek masuk ke dalam area kampus mereka. Kejadian ini berlangsung saat kericuhan pecah di Jalan Tamansari, Kota Bandung.
Kericuhan itu terjadi pada Senin malam, tanggal 1 September. Sekitar pukul 23.30 WIB, situasi di Jalan Tamansari memanas. Di tengah kondisi tersebut, muncul tudingan serius yang menyebar cepat di platform daring.
Media sosial dipenuhi klaim bahwa tim patroli gabungan TNI Polri telah memasuki dua kampus ternama itu. Isu ini sontak menimbulkan keresahan. Namun, pihak kampus dengan cepat memberikan klarifikasi resmi.
Rektor Unisba, Harits Nu’man, berbicara di hadapan media pada Selasa (2/9). Ia menegaskan, berdasarkan pantauan menyeluruh, tidak ada aparat yang masuk. Harits telah memeriksa laporan internal dan rekaman CCTV kampus secara langsung.
“Sepanjang pantauan saya, baik melalui laporan maupun langsung saya lihat di CCTV di sini, kami tidak melihat aparat kepolisian walaupun berpakaian preman masuk ke area kampus,” kata Harits dengan nada meyakinkan. Pernyataan ini sekaligus menepis dugaan adanya polisi berpakaian sipil yang menyusup.
Ia menjelaskan, mereka yang terlihat masuk ke area kampus Unisba adalah murni para demonstran. Kelompok pendemo ini sempat menjadi target sweeping. Mereka mencari perlindungan di dalam batas-batas kampus.
Harits Nu’man juga memberikan konteks terkait peran Unisba sebelumnya. Kampus ini memang menjadi titik penanganan medis. Posko tersebut aktif selama aksi demo yang berlangsung di Kota Bandung beberapa hari sebelumnya.
Namun, ia memastikan bahwa saat insiden kericuhan Senin malam itu, posko medis Unisba sudah tidak beroperasi. “Posko medis kami telah ditutup,” tegasnya. Penutupan dilakukan beberapa jam sebelum kericuhan meledak.
Proses penanganan korban pada hari itu, menurut Harits, telah berakhir jauh sebelum tengah malam. Tepatnya, pada pukul 20.30 WIB. Semua korban telah menerima pertolongan yang diperlukan.
“Jam 20.30 sampai jam 21.00 itu masih ada korban yang napasnya masih sesak dan lemas,” jelas Harits. “Itu sudah selesai kita bantu, kita tangani, kita evakuasi dan selamat mereka dijemput oleh keluarganya.”
Dengan demikian, posko medis Unisba telah resmi ditutup pada pukul 21.00 WIB. Saat kericuhan terjadi pada pukul 23.30 WIB, tidak ada lagi aktivitas medis di sana. Hal ini menepis anggapan posko masih menjadi tujuan aparat.
Dari sisi Universitas Pasundan (Unpas), bantahan senada juga disampaikan. Rosid, Kepala Unit Keamanan Kampus Unpas, membenarkan tidak adanya aparat yang masuk. Ia mengacu pada pantauan dan informasi yang dikumpulkannya.
“Tidak ada yang masuk, hanya lewat,” kata Rosid. Keterangan ini menegaskan bahwa aparat mungkin saja melintas di sekitar area kampus. Namun, mereka tidak pernah menginjakkan kaki ke dalam wilayah kampus Unpas.
Penjelasan dari kedua pihak kampus ini konsisten. Mereka kompak menepis tuduhan yang beredar luas di media sosial. Fokusnya adalah menjaga kebenaran informasi di tengah situasi yang panas.
Secara terpisah, Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, juga turut angkat bicara. Ia secara tegas membantah narasi yang menyebar di media sosial tersebut. Menurut Hendra, itu murni hoaks.
Polda Jabar telah mengamati pola penyebaran informasi palsu ini. “Mereka membuat framing di media sosial melalui akun-akun mereka bahwa petugas masuk ke kampus,” ungkap Hendra. Framing ini sengaja dibuat untuk memprovokasi.
Bahkan, narasi hoaks tersebut secara spesifik menuduh petugas membawa senjata peluru karet. Tidak hanya itu, ada juga klaim mengenai penggunaan gas air mata di dalam kampus. Semua tuduhan itu, kata Hendra, adalah tidak benar.
“Semua itu adalah hoaks,” tegas Hendra Rochmawan. Ia menekankan bahwa tidak ada dasar kebenaran sedikit pun pada klaim-klaim tersebut. Informasi ini sengaja disebarkan untuk memicu emosi publik.
Faktanya di lapangan, situasi sangat berbeda dari yang digambarkan. “Tidak ada satu pun petugas yang masuk ke area kampus,” jelasnya. Klaim tersebut juga dibantah dengan tidak adanya petugas yang membawa senjata.
Hendra juga menceritakan bagaimana situasi di Jalan Tamansari berhasil dikuasai. Setelah upaya penertiban, kondisi kembali aman dan kondusif. Ketegangan berhasil diredakan oleh aparat.
“Kelompok berpakaian hitam tersebut melarikan diri,” sambung Hendra. Ia mengacu pada para pelaku kericuhan. Mereka bubar setelah aparat berhasil menguasai keadaan di lokasi kejadian.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa operasi aparat fokus pada penertiban di jalanan. Mereka tidak berniat atau melakukan intrusi ke dalam lingkungan pendidikan. Wilayah kampus tetap dihormati sebagai zona steril.
Penyebaran hoaks semacam ini sangat berbahaya. Terutama dalam situasi demonstrasi dan kericuhan. Informasi tidak benar dapat memanipulasi opini publik. Ini bisa memperkeruh suasana dan memicu konflik yang lebih besar.
Narasi yang menuduh aparat masuk kampus memiliki potensi provokatif yang tinggi. Ia dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap institusi keamanan. Lebih jauh, ini juga dapat merusak citra kampus sebagai zona damai.
Masyarakat diimbau untuk selalu memverifikasi informasi. Terutama yang menyangkut isu sensitif seperti ini. Mengandalkan sumber resmi dan terpercaya adalah kunci untuk menghindari dampak negatif hoaks.
Pihak kampus sendiri, melalui pernyataan rektor dan kepala keamanan, telah berusaha memberikan kejelasan. Mereka ingin memastikan publik menerima informasi yang akurat. Tidak ada ruang bagi spekulasi atau tuduhan tanpa dasar.
Prinsip kampus sebagai kawasan otonom dan bebas dari campur tangan aparat keamanan tetap dijunjung tinggi. Kejadian di Tamansari ini menjadi pengingat akan pentingnya prinsip tersebut. Serta perlunya menjaga integritas kampus.
Denial serentak dari Unisba, Unpas, dan Polda Jabar mengukuhkan satu fakta. Tidak ada operasi militer atau polisi di dalam kampus. Semua tuduhan yang beredar adalah rekayasa belaka, bertujuan menimbulkan ketegangan.
Artikel ini telah merangkum semua pernyataan resmi dari pihak terkait. Semuanya menunjuk pada satu kesimpulan. Informasi mengenai aparat yang masuk kampus saat kericuhan di Jalan Tamansari adalah hoaks.
Kejadian ini juga menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Pentingnya komunikasi yang transparan dari lembaga resmi. Serta peran kritis masyarakat dalam memilah informasi yang benar.
Mari bersama menjaga suasana kondusif. Jangan mudah terprovokasi oleh berita bohong. Dengan demikian, kita dapat memastikan kebenaran selalu menjadi landasan. Terutama di tengah berbagai dinamika sosial.
